Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2018

Hamid

Gambar
Hamid Oleh   Kang   Bari Lelaki paruh baya dengan baju putih celana jean warna biru, duduk bersandar di pojok warung kopi . Sambil menikmati seduhan kopi hitam sesekali ia melempar pandanganya ke seberang jalan, di sana ia temukan seonggok   puing-puing bangunan. Ya di tempat itu dulu ada sebuah rumah mungil diantara bangunan yang lainnya. Di   rumah itu  ia pernah tinggal, mengukir hari-hari bersama belahan jiwa,  istri dan satu orang anaknya. Kenangan itu tiba –tiba muncul di ruang angannya, saat-saat terindah bersama orang-orang tercinta. “Ayah...ayah....” suara cadel Ahmad menyabut kedatangannya saat pulang dari kantor. Kemudian bocah mungil itu berlari menuju ayahnya lalu minta digendong, belum puas juga ia memintanya merangkak. Sudah bisa ditebak pasti ia naik ke punggung dan berpura-pura jadi seorang penunggang kuda yang mengelilingi ruangan tamu sampai ke dapur. Capek pun jadi hilang kalau sudah bersama Ahmad anak semata wayang itu. “Sudah ya nak turun, kud

Pelukis

Gambar
Pelukis Oleh Kang Bari "Amir...Amir," panggil Ibu dengan suara tinggi, namun belum juga anak itu menenuhi panggilan ibunya. "Amir...kenapa sih kamu diam saja, sudah berkali-kali Ibu memanggilmu," sambil menuju tempat dimana Amir sedang asyik menggambar. "Iya Bu..," jawab Amir sambil meneruskan tarian tangannya di atas kertas gambar. "Cepat ambilkan kayu bakar," teriak ibu Amir. Yang diperintah asyik melukis seorang kusir sedang duduk di atas delman sambil mengendalikan kuda. "Sebentar Bu, aku sedang menyelesaikan lukisanku. Kalau sudah selesai gambar ini aku arsir baru ku ambil kayu bakar," jawab  satu-satunya anak laki-lakinya itu. Begitulah Amir kalau ibunya memerintah sesuatu pekerjaan, ia selalu sibuk dengan tarian jemarinya di atas buju gambar. Menggambar merupakan hobi yang sangat ia sukai. Tidak ada waktu luang kecuali selalu dimanfaatkan Amir untuk melukis atau menggambar. Di ruang belajarnya berjajar sed

Teriakan Subuh

Gambar
Teriakan Subuh Oleh Kang Bari Hari masih gelap, karena baru saja Adzan Subuh berkumandang dari masjid sebelah rumah. Tiba-tiba teriakan mengejutkan warga di Jalan Kunyit. "Maling..maling....maling," suara itu keras sekali menggema di subuh itu. Beberapa warga yang hendak ke masjid akhirnya bebelok arah menuju sumber kejadian. Seseorang dengan lari kencang keluar dari gang yang cukup sempit dengan napas terengah-engah. Sementara di belakangnya menyusul beberapa orang dengan bersenjatakan pentungan terus berteriak maling. Yang diteriaki terus melaju meskipun sudah dikejar oleh beberapa orang,  namun tidak menyurutkan langkahnya. Rupanya ia masih punya nyali untuk menyelamatkan diri. Dengan kepiawaianya membaca situasi akhirnya pencuri itu hilang di kegelapan subuh itu. Para pemburu yang di belakangnya kehilangan lacak sehingga tidak menemukan jejaknya. Siang hari ketua Rt mengumpulkan warga untuk diajak musyawarah dengan agenda mengaktifkan kembali gerakan pengam

Berkelana

Gambar
Berkelana. Oleh Kang Bari Kupacu langkahku mengejar waktu, meburu hari melewati perbukitan melintasi desa di Pegunungan Bukit barisan. Membelah rimba belantara,menurun lurah ngarai. Hujan   rinai mengiringi langkah yang menggelitik karena tekad yang terbetik. Burung-burung sriti berkeliaran, berseliweran di antara   rimbunya dedaunan. Suara cericit burung pipit menghiasi senja di ujung bukit, terselip canda tawa elang gagah perkasa mengintai mangsa. Sesekali mataku mencuri pandang ke padang ilalang di tengah ladang, bersendau gurau singa mengejar mangsa, menari jenaka si   kancil jawara. Berpantun ria moyet dan kera diantara ranting pohon damar dan meranti. Tupai cerdik pandai melompat, melintas pohon jauh tak jadi. Siamang kembang bersenandung riang, si beruk rakus mengunyah pupus . Gajah berjalan gagah melintasi ladang dan sawah. Langkah kini sedikit terhalang,  melintas sungai , rawa dan danau. Menyaksikan indahnya teratai mekar, menikmati nyanyian katak jenaka

Derita Pertiwi

Gambar
Derita Pertiwi Oleh Kang Bari Suara mesin menderu-deru, laksana genderang perang. Menguliti lapis demi lapis permukaan tanah,  menumbangkan pohon-pohon rindang. Menggusur bukit-bukit bebatuan, mencakar-cakar batu cadas yang keras.  Membelah rimba belantara, mengusir para penghuninya. Mengaduk aduk perut bumi, merobek keperawanan pertiwi. Demi mengejar nafsu dan ambisi, menguras nikel, perak, batu bara, tembaga, emas juga besi. Barang tambang jadi buruan, harta karun bukan hanya dongengan. Berjibun uang didapatkan, dari pundi-pundi bahan galian. Tak peduli dengan kelestarian lingkungan, sumber hayati tak dihiraukan. Polusi kini di sana-sini, mencemari air, udara, dan tanah ini. Buang limbah seenak sendiri, membuang sampah tanpa kendali. Setelah puas kau gagahi Pertiwi, ringan kaki kau tinggal pergi tanpa permisi. Tinggal luka disekujur tubuhnya. Lubang-lubang menganga laksana Kawah Candradimuka. Bukit tandus dan hamparan tanah gersang tak terurus. Di kedalaman meternya ham

Kemarau

Gambar
Kemarau (Tamat) Oleh Kang Bari Jadi pengungsi di rumah sendiri, itulah gambaran penduduk kampung kami malam ini. Gempa susulan terus saja terjadi meskipun hanya dalam skala kecil, sehingga memaksa warga tidur di halaman dengan peralatan seadanya. Diselimuti kegelapan dan dinginnya angin musim kemarau malam itu dilewati seluruh warga menanti datangnya pagi. Ketika fajar menyingsing semburat jingga di ufuk timur sinar mentari menyapu lembut pemukiman kami yang ternyata banyak bangunan yang rata dengan tanah akibat gempa tadi malam. Rumah-rumah permanen hancur terjungkal, rumah-rumah papan reyot tidak menentu lagi bentuknya. Sungguh pemandangan yang sangat memilukan. Di sana-sini terjadi retakan tanah yang memanjang mengular seperti sungai dari pemukiman warga melintasi sawah dan perbukitan. Beberapa bagian ngarai  yang terjal juga terjadi longsor. Demikian juga retakan tanah itu melintasi tempat tinggal Abah Sabariman, bahkan sangat dekat dengan masjid. Tetapi keajaib

Kemarau

Gambar
Kemarau ( Bagian 3 ) Oleh Kang Bari Seperti jatuh dihimpit tangga, bencana kekeringan yang berujung kelaparan belum usai bertubi-tubi bencana menimpa mereka. Ketika mentari di ufuk timur menyemburatkan meyapu perbukitan yang gersang meranggas di Kampung Sukasari, tiba-tiba muncul jutaan kecoa dari sela-sela tanah sawah yang merekah. Hewan itu merayap memenuhi areal sawah bagaikan pasukan yang dikomando, mengerubuti bangkai-bangkai ternak yang bergelimpangan. Sungguh pemandangan yang sangat mengerikan dalam waktu tidak begitu lama bangkai-bangkai itu berubah seperti daun dimakan ulat. Jenis serangga itu begitu rakus memangsa setiap tubuh bangkai yang dikerubuti, pergerakan koloni hewan ini menimbulkan suara seperti hembusan angin. Pemandangan dan suara seperti itu menghiasi kehidupan di tanah kering kampung kami berhari-hari. Dalam hitungan kurang satu minggu ratusan bangkai ternak yang bergelimpangan di kampung kami itu tingal tulang-belulang. Dagingnya habis dilal

Kemarau

Gambar
Kemarau (Bagian 2) Oleh Kang Bari Petani, peternak menatap hampa hamparan sawah dan ladang mereka, ternak-ternak mereka mati bergelimpangan. Sungguh sangat menyayat hati. Bukit yang dulu menghijau kini tandus, yang terlihat hanyalah batu-batu cadas yang mengganas. Kicau burung tidak lagi terdengar, yanyian katak yang biasanya merdu tinggal kenangan. Entah sampai kapan kondisi seperti ini akan berakhir. Tiap hari ada saja berita kematian karena busung lapar dan pemyakit diare. Tubuh-tubuh ringkih itu mengusung jenazah saudaranya yang meninggal, sementara mereka sendiri tidak tahu nasib yang akan menimpanya. Para penggali kubur pun nampak keletihan tenaga terkuras, sedang makanan tidak ia dapatkan. Jika senja tiba warga kampung berkumpul menjadi beberapa kelompk kecil, berbilang rumah menjadi satu tempat. Hal ini mereka lakukan untuk lebih mudahnya menjaga keselamtan mereka, selain juga untuk merawat yang sakit diantara warga. Beberapa malam ini terdengar kabar ad

Kemarau

Gambar
Kemarau Oleh Kang Bari Kekeringan sudah tujuh bulan melanda kampung kami. Tanah sawah merekah sebesar genggaman orang dewasa, pohon-pohon meranggas tinggal batang dan ranting menjuntai ke langit. Sejauh mata memandang hanya hamparan rumput kering dan onggokan batu cadas. Ternak, unggas, dan hewan piaraan lainya kurus tinggal tulang terbungkus kulit. Sumur-sumur kering kerontang, danau yang merupakan sat-satunya mata air di kampung kami hanya meninggalkan sedikit persediaan air yang bisa kami manfaatkan untuk keperluan sehari. Itupun harus antri untuk mendapatkan jatah 2 jeligen isi 24 liter setiap keluarga setiap hari. Belum ada tanda-tanda akan turun huja, berita dari BMKG menyatakan diperkirakan hujan akan turun dua bulan lagi. Persediaan bahan makan warga juga sudah menipis alias diambang habis, kalau betul perkiraan dari lembaga resmi pemerintah itu berarti warga harus bersiap-siap menghadapi musim paceklik yang cukup panjang. Karena masa tanam padi masih lama dan teranc

Kesurupan Masal

Gambar
Kesurupan Masal Oleh Kang Bari "Tolong..tolong...tolong..." suara anak-anak sambil berhamburan keluar kelas, kegaduhan itu terjadi di kelas 6  saat  jam istirahat baru saja berawal. Pak Syaikhu Guru Pendidikan Agama Islam mendengar itu segera keluar dari kantor menuju ruang kelas 6. Nampak di luar kelas anak-anak dengan wajah cemas dan ketakutan berlarian ke halaman sekolah. "Apa yang terjadi Nak?" tanya Pak Guru itu kepada salah satu siswa yang berdiri di depan pintu dengan mematung. Yang ditanya tidak segera menjawab, hanya telunjuk tangan kanannya mengarah ke dalam kelas. Kemudian disusul ucapan terbata-bata dari lisan anak itu. "Itu...itu...itu..Pak,"  suarany hampir-hampir tidak terdengar. Pak Syaikhu bergegas masuk ruang kelas enam , betapa dia terkejut didapatinya enam siswa bertingkah laku aneh. Empat  siswa perempuan dan dua siswa laki-laki,  dua anak lelaki itu mengaum seperti harimau dengan posisi merangkak layaknya harimau bene

Lolongan Anjing

Gambar
Lolongan Anjing Oleh Kang Bari Entah sudah berapa kali terdengar lolongan anjing itu membelah kesunyian malam ini, hal tersebut membuat warga desa semakin yakin akan berita yang beredar belakangan ini. Mereka mendengar berita dari mulut ke mulut bahwa itu adalah suara anjing misterius yang pertanda akan ada musibah besar yang bakal  menimpa desa ini. Keyakinan seperti ini telah merasuk kedalam pikiran warga desa semenjak lima pekan terakhir ini. Sehingga obrolan warga di warung-warung kopi, pinggir-pingir jalan, di gardu-gardu ronda, di tempat-tempat pernikahan selalu dihiasi dengan berita anjing misterius itu. Kalau sudah berdiskusi tentang berita itu mereka lupa waktu, baik petani, pekerja bangunan, tukang becak, perangkat desa, guru, pemulung dan lain sebagainya. Perasaan was-was bahkan ketakutan yang luar biasa apabila malam Jumat mendengar lolongan anjing berkali-kali. Seolah-olah musibah sudah di depan mata, warga desa tidak berani tidur di rumah sendiri, mereka

Beduk Subuh

Gambar
Beduk Subuh Oleh Kang Bari Suara gemuruh disertai hujan lebat membangunkan penduduk Desa Arjasari dari lelap tidur malam. Petir bersahut-sahutan, kilat menyambar sinarnya begitu tajam menerobos celah-celah ventilasi rumah warga. Aliran listrik padam seketika, suasana betul-betul mencekam. Suara gemeretak susul menyusul dari pepohonan di sekitar rumah penduduk. Lolong anjing menambah suasana semakin mengerikan dan magis. Sementara di mushala dekat rumah Pak Nasrun ada tiga anak yang tengah dilanda ketakutan atas angin badai amalam itu. Mereka dalah Ahmad, Tono dan Puguh. Ketiga anak ini dari sore megaji dan sudah pamit dengan orang tuanya untuk tidur di mushala. Berkali-kali mereka berteriak minta tolong, tetapi suara mereka ditelan derasnya hujan dan disapu kencangnya angin malam itu. Sementara mau pulang mereka tidak berani. “Tolong...tolong...tolong... “ Suara itu terdengar sayup-sayup oleh Pak Nasrun dari dalam rumah tersapu oleh suara angin dan petir yang

Pojok Kampung

Gambar
Pojok Kampung Oleh Kang Bari Suara keributan menyeruak di kegelapan malam, kemudian berhamburan beberapa anak muda dari warung kopi sambil berteriak "Bangsat kamu". Tidak begitu jelas wajah-wajah mereka karena bulan pun belum menampakkan diri, sementara lampu jalan juga tidak menyala. Suara umpatan itu susul menyusul diiringi dengan suara pukulan dan tendangan. Kegaduhan itu bukan hanya satu, dua atau tiga kali tetapi sudah berkali-kali terjadi. Sehingga seolah-olah tidak ada malam tanpa keributan di warung kopi itu. Setiap kali terjadi keributan hampir dipastikan ada yang luka atau cidera. Tetapi para pengunjung warung itu kelihatannya tidak ambil pusing, setiap malam masih juga ramai. Kegaduhan malam itu sudah berlangsung hampir setengah jam, tetapi belum  juga ada tanda-tanda mereda. Bahkan suasana semakin kacau, saling serang diantara mereka terus saja berlangsung. Nampaknya melibatkan dua kelompok anak muda  yang berseteru malam itu. Sesekali terdengar rint

Pak Dayoh

Gambar
Pak Dayoh Oleh Kang Bari Tidak ada satu pun media masa  kota kami yang berani memberikan saran apalagi mengkritik. Kebijakanya tidak merakyat. Kemana dia pergi selalu dikawal oleh algojo-algojo dengan wajah sangar, tatapan sinis. Mengendarai mobil mewah dengan iringan dan pengamanan super ketat. Entah sejak kapan pembesar ini menjadi diktator dengan segala kenagkuhannya. Rumahnya pun dijaga super ketat, lalat dan nyamuk pun tak bisa menerobos barikade pengamanan. Anjing pelacak disiagakan di pintu gerbang yang bangunanya mirip goa dalam cerita horor. Berbilang tahun yang terlewati Si Bos ini datang laksana pahlawan, sederhana dan sangat merakyat. Pemurah dan baik hati, tidak sedikitpun tergambar kebengisan dari raut mukanya. Tutur katanya santun dan menyentuh hati setiap orang yang diajak bicrara. Dia datang dari kota entah berantah pada saat yang sangat tepat. Dimana warga kota sedang mencari sosok bijak yang bisa memberikan pengayoman dan perlindungan. Penampilan

Cinta Abadi

Gambar
Cinta Abadi Oleh Kang Bari Aku ingin belajar darimu bagaimana bisa menghapus sakit yang setiap saat menyiksa hatiku. Bukan karena aku membenci tetapi justru karena mencintai. Cinta yang merebak bagaikan bunga pada musimnya, dihinggapi kupu-kupu dengan riangnya. Kini tanganku tak mampu menggapai keindahan taman cinta, tidak sanggup meraup manisnya madu bunga. Aku hanya mampu menatapmu dalam keindahan cinta. Hanya sanggup memelukmu dalam kehangatan bayangan maya. Cinta itu kini memenuhi lorong-lorong hatiku, mengembara dalam bilik-bilik jantungku. Mengalir bersama aliran darahku, merembes di seluruh nadiku. Menyumbat akal sehatku, menggeliatkan imajinasiku. Cinta itu kini sepenuhnya jadi milikku,  yang tidak akan ku lepaskan hingga satu waktu. Saat aku dan dirimu bertemu dalam taman impian. Taman yang penuh wangi bunga. Beralaskan permadani kasih sayang.  Bersenandungkan  kidung asmara. Bermandikan madu kebahagian. Bertahtakan mutu manikam kemuliaan. Ditepi danau y

Riba

Gambar
Riba Oleh Kang Bari Membelit kelit jiwa terjepit Dari kawula alit sampai para elit Memasung kungkung para priyagung Membelenggu seru proletar dan darah biru Meruntuhkan tahta singgasana Merobek koyak istana raja Gaungmu amat  membahana Menebar pesona bagai jawara Memupuk asa fatamorgana Membangun kharisma penuh durjana Manis di muka pahitpun  tiba Murah tanganmu menampar jua Semburkan bisa bak madu penawar lara Satu kata untukmu Riba. Girimulya 9 Januari 2018

Sesal

Sesal Oleh Kang Bari Detik bergulir menuju masa Mengejar hari memburu petang Malampun datang menjemput pagi Menyisir pagi tanpa jejak Melacak siang tanpa kenang Malampun tiba penuh hampa Tidak terukir jejak di bumi Tidak terpatri jasa diri Tidak terkenang di kolong angan Tubuh kukuh telah rapuh Raga muda jadi renta Usia kini di ujung senja Kemana langkah hendak dibawa Tinggallah sesal tiada guna Girimulya 8 Januari 2018

Bersama ODOP Aku Melek Literasi

Gambar
Bersama ODOP Aku Melek Literasi Oleh Kang Bari Tak pernah menyangka kalau akhirnya saya bisa bersama ODOP, awalnya saya membaca status Bang Syaiha di FBnya tentang ODOP . Saya terus mengubek-ubek FB Bang Syaiha mencari jejak ODOP...ahh...akhirnya ketemu juga dengan makhluk yang namanya ODOP hehehe (alhamdulilah). Saya beranikan diri daftar di ODOP, satu syarat yg bikin saya minder ...apa itu...hehe...BLOG...hmmm...untunglah di situ tidak wajib...alhirnya nekat juga daftar. Dua pekan setelah daftar belum ada juga kabar...hmm..diterima gk ya. Baru ada berita ketika ada WA dari Mas Ferry...ahaa...diterima di ODOP. Syarat kirim tulisan pertamapun hanya saya kirim ke nomor WA Mas Ferry...maklum belum punya blog. Hari-hariku akhirnya bersama ODOP...meskipun usiaku sudah elbih setengah abad jujur saja yang namanya dunia menulis masih sangat asing. Sempat saya bertanya kepada Bang Syaiha..."  Dari mana Bang saya harus mulai menulis?" Alhamdulillah berkat dorongan PJ s

Angan

Gambar
Angan Oleh Kang Bari Engkau ajari aku sebuah mimpi Tentang hidup dam kehidupan Tentang cinta dan kerinduan Tentang asa dan harapan Bersemayam dirimu dalam jiwa Bertahta engkau dalam raga Merasuk dirimu dalam kalbu Di lorong usia engkau mengembara Di sudut waktu dirimu merayu Di danau sepi engkau kembali Dalam lembah diam kau bertahan Di puncak gelisah kau membuncah Dalam samodra kepasrahan kau qonaah Girimulya 6 Januari 2018

Waktu

Gambar
Waktu Oleh Kang Bari Dentingmu datang mengundang angan Membangun asa menuju cipta Membelah tabir membuka tirai Merobek kebuntuan terbuka jalan Merayap bagai ular sawa Menggilas bagai roda gila Melaju maju laksana taju Melesat cepat bagaikan kilat Menyapa ramah penuh barokah Mencibir diri saat merugi Mematri jiwa saat teruji Memotong usia saat tiba Selamu sering dilupakan Sempitmu banyak dikeluhkan Tajammu laksana pedang Kejammu bagaikan algojo Girimulya 6 Januari 2018

Rumput

Gambar
Rumput Oleh Kang Bari Di hamparan sabana ladang terbuka Merambat kuat menutup rata Tegak berdiri tak pernah tinggi Sejengkal hasta takdirmu jua Lurah ngarai engkau turuni Merayap rapi kuat tetpatri Meniti lembah tiada jengah Berenang luas hamparan tirta Terpangkas tebas tidak membalas Terinjak jejak bangkit berdiri Tersapu angin lentur meliuk Tersiram hujan tegar menjalar Mendaki gunung manyentuh mendung Akar membumi pijakan diri Tak pernah lari dari kodrati Suratan takdir sejak ajali Girimulya 6 Januari 2018

Sepotong Kue

Gambar
Sepotong Kue Oleh Kang Bari Hasrat memguasai jiwa Nafsu membelenggu kalbu Angan membuncah ruah Selera membara membakar karsa Terseok dalam selokan nestapa Terjerembab dalam kubangan dunia Terperangkap dalam jebakan maya Terkungkung dalam palung  kehinaan Berebut  atribut tertutup kabut Nafsu berburu singgasana semu Mengejar fatamorgana fana Mengenngam harap sepotong kue Girimulya 6 Januari 2018

Celoteh Anak Rohingnya

Gambar
Celoteh Anak Rohingnya Oleh Kang Bari Aku terbangun dari mimpiku, hidup rukun, damai penuh ceria dan tawa.  Menari kesejukan dengan irama kedamaian, berdendang lagu keadilan dan kesetaraan. Berkidung kemesraan bersair kebhinekaan. Mendadak, terbelalak, jiwaku sadar, nuraniku terbakar. Kau berondong gubuk-gubuk reot dengan muntahan peluru juga mesiu, api membumbung membakar memusnahkan semua tanpa sisa. Ada apakah gerangan? Hatiku bertanya jiwaku meronta, tetapi aku hanyalah bocah kecil yang tidak pernah kau dengar jeritanku, tidak pernah kau baca  resolusiku, tidak pernah kau lihat penderitaanku. Kau melihatku sebelah mata. Aku tertegun legun, mataku nanar, wajahku pucat pasi, hatiku bagaikan disayat sembilu. Kutatap lekat derap langkah laskar negara terus merangsek membabi buta, memburu manusia tanpa rasa iba. Timah-timah panas melesat pesat laksana kilat, menembus tubuh-tubuh tua renta, kurus, pucat pasi. Tubuh-tubuh itu jatuh menggelepar meregang nyawa tanpa dosa. Darah be

Biduk Itu Menembus Gelombang

Gambar
Biduk Itu Menembus Gelombang ( Bagian 9 ) Oleh Kang Bari Dengan mengendarai mobil sendiri Salamah membawa anak sulungnya ke rumah sakit, ibu mertua yang menggendong anak itu dalam mobil. Lalulintas belum begitu ramai,sesampainya di rumah sakit ia segera mendaftarkan anaknya di Poli Anak. Kondisi Salman panasnya tidak turun-turun, terkadang mengigau. Menunggu panggilan rasanya lama sekali, Salamah dan ibu mertuanya sangat gelisah. Sebentar-sebentar melihat jarum jam seolah-olah waktu tidak beranjak dari semula. Kegelisahan itu bertambah ketika kondisi anaknya juga semakin tinggi panasnya. “ Nomor lima,” panggilan petugas mengagetkan mereka berdua. Segera Salamah membawa masuk anaknya. Setelah pendataan selesai maka Salman diperiksa oleh dokter spesialis anak. Seorang perempuan sangat sabar, dengan teliti dokter itu memeriksa kondisi bocah kecil itu. Kemudian di minta untuk dibawa ke labolatorium, maka dibawalah ana