Kemarau
Kemarau
(Bagian 2)
Oleh Kang Bari
Petani, peternak menatap hampa hamparan sawah dan ladang mereka, ternak-ternak mereka mati bergelimpangan. Sungguh sangat menyayat hati. Bukit yang dulu menghijau kini tandus, yang terlihat hanyalah batu-batu cadas yang mengganas. Kicau burung tidak lagi terdengar, yanyian katak yang biasanya merdu tinggal kenangan. Entah sampai kapan kondisi seperti ini akan berakhir.
Tiap hari ada saja berita kematian karena busung lapar dan pemyakit diare. Tubuh-tubuh ringkih itu mengusung jenazah saudaranya yang meninggal, sementara mereka sendiri tidak tahu nasib yang akan menimpanya. Para penggali kubur pun nampak keletihan tenaga terkuras, sedang makanan tidak ia dapatkan. Jika senja tiba warga kampung berkumpul menjadi beberapa kelompk kecil, berbilang rumah menjadi satu tempat. Hal ini mereka lakukan untuk lebih mudahnya menjaga keselamtan mereka, selain juga untuk merawat yang sakit diantara warga.
Beberapa malam ini terdengar kabar adanya singa yang masuk kampung, Si Raja Hutan ini turun dari goa-goa di perbukitan karena kelaparan. Bangkai ternak yang banyak bergelimpangan tentu menjadi sasaran empuk. Masyarakat mulai resah dengan turunya si Raja Hutan ke kampung, kemudian disepakati diadakan ronda malam bergiliran.
Untuk antisipasi hal-hal yang tidak diinginkan maka setiap malam ada 5 orang laki-laki yang berjaga-jaga di perbatasan kampung dengan perbukitan. Mereka dipersenjatai dengan tombak, panah, kentongan, senter dan pedang. Pos ronda memanfaatkan rumah penduduk yang berada paling pinggir dari pemukiman, yang kebetulan pemiliknya diungsikan ke rumah warga lain karena pertimbangan keamanan dan keselamatan.
Dalam kondisi kurang makan dan tubuh ringkih warga kampung masih punya semangat kebersamaan. Sehingga setiap permasalahan senantiasa dipikul bersama.
"Ton, siapa saja teman ronda kita malam ini?" tanya Septiono kepada Toni teman ronda malam itu.
"Gufron Kang kalau tidak salah," jawabnya.
"Kan enam orang, siapa lagi yang tiga," tanya Septiono lagi
"Oh iya..Sunarto, April, dan Suden," jawab Toni dengan antusias.
Tiba-tiba datang empat orang yang disebut-sebut tadi.
"Assalaamu'alaikum"sapa mereka seperti diberi aba-aba.
"Wa'alikumus salam wr wb," jawabanya Toni dan Setiono serempak.
"Alhamdulillah Kang semoga panjang umur, baru saja sampean berempat disebut namanya" teriak Toni kegirangan. Akhirnya mereka berenam malam itu menunaikan kewajiban yang sudah disepati bersama. Yaitu piket malam menjaga keamanan kampung meskipun dengan fisik lemah dan lapar.
Mereka berenam membagi tugas jaganya, tiap giliran 2 orang yang melek yang lain bisa istirahat. Maka Toni dan Septiono dapat gikiran pertama, mereka berdua siaga menjaga kampungnya. Ketika mereka berdua berjalan mengilingi kampung tiba-tiba sinar senternya terpantulkan oleh benda yang mengkilat seperti kaca cermin. Mereka berhenti sejenak sambil memperhatikan benda apa yang memantulkan sinar senter terebut. Setelah pengamatan mereka sempurna ternyata itu adalah mata singa yang akan mencari mangsa berupa bangkai hewan yang mati terkapar di berbagai tempat di kampung ini. Akhirnya mereka kembali ke pos dan memberitahukan semuanya, kemudian memuklul kentongan agar si Raja Hutan itu pergi menjauhi kampung.
#DAY8
#30DWC
#ODOP
asyik tulisannya, terus menulis Pak Bari, ganbate!!
BalasHapusTerimakasih Bang
HapusSeptiono..plesetan dari septiyana ya..
BalasHapusCerpennya bagus, Pak.
Salut sama Bapak, semangat banget ya. Saya kalah
Mbk Wid pinter nyemangati yang tua...iya itu plesetan hhh
HapusPak Bari keren..., saya jadi termotivasi utk tetap menulis.
BalasHapusTerima kasih Mbak Ilmi
Hapus