Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2017

Setetes Embun

Gambar
Setetes Embun ( Bagian 13 habis) Oleh Kang Bari Kini manusia bertopeng itu berada  dalam kekuasaan ustad muda, setelah terkalahkan dalam  pertarungan yang cukup seru dan menegangkan.  Rasa syukur tak henti-hentinya dia ucapkan dalam hati atas pertolongan Allah SWT, dalam menghadapi ujian ini. Rasa syukur itu juga beliau tunjukkan dengan cara memperlakukan lawan yang sudah dikalahkan dengan perlakuan yang sangat manusiawi. Manusia bertopeng itu diperlakukan seperti teman atau sahabat tidak diperlakukan seperti musuh, sungguh beliau menunjukkan jadi diri seorang ustad  yang berakhlak mulia. Denga lembut ustad itu bertanya pada orang bertopeng ltu.  “ Siapa kamu?” tanya Ustad Furqan kepada orang yang dipegangnya. “ Saya Tarno Pak Ustad,” jawab orang itu sambil membuka tutup kepala tanpadiminta oleh ustad muda itu. “ Darimana kamu,” selidik Furqan. “ Saya penduduk dusun sini Pak,” jawabnya. “ Apa maksudmu melakukan ini semua?” tanyanya lebuh jauh. “ Ampun Pak....

Puting Beliung

Gambar
Puting Beliung Oleh Kang Bari Hitam pekat berputar kekar Menggulung mendung membumbung Menderu datang menghantam Menerjang tumbang meradang Sedetik berlari bagai sehari Sentuhanmu menyapu bumi Kerikil batu bersama debu Terbang tinggi ikut berlari Rumah, huma, sawah dan ladang Berserakan laksana mainan Tercerabut bagaikan rumput Berpelantingan berhamburan Beterbangan laksana layang-layang

Setetes Embun

Gambar
Setetes Embun ( Bagian 12 ) Oleh Kang Bari Persamadian yang dilakukan Mbah Wiro di padepokan malam itu betul-betul dilakuakan dengan konsentrasi penuh, seluruh kekuatan batin telah dikerahkan untuk sebuah kemenangan eksistensi. Tidak mau dirinya di lecehkan oleh masyarakat Gunung Cilik sehingga malam ini adalah sebuah momen   yang betul-betul harus menjadi miliknya. Sudah beberapa butir kemenyan dia taburkan kedalam tunggu pembakaran, sudah beberapa mantera dan ajian telah terucapkan. Peluh telah membasahi kening, semburan manterapun telah menghujani kepulan asap kemenyan beberapa puuh menit ini. Tiba-tiba tungku pembakaran kemenyan itu pecah berantakan dengan suara ledakan yang cukup keras, bara berhamburan keseluruh ruang persamadian. Tubuh renta itupun terpelanting ke pojok ruangan, perlahan-aahan  ia bangkit lalu terseok-seok melangkah seraya berucap,” Kurang ajar, pertanda sial ini.” Kemudian lelaki tu itu membalikkan badan menatap pintu gapura dengn pandangan put

Setetes Embun

Gambar
Setetes Embun ( Bagian 11 ) Oleh Kang Bari Beberapa langkah perjalanan Ustad Furqan menembus gelapnya malam di bawah pepohonan beringin danyangan Dusun Gunung Cilik, tiba-tiba berkelebat bayangan hitam   melompat dari atas dahan. Seketika menghentikan langkah mereka bertiga, secepat itu pula ustad ini memasang kuda-kuda. “ Berhenti Ahmad, Arif,” teriak ustad kepada kedua temanya. Segera mereka berdua mengikuti perintah ustad itu. Melihat tanda-tanda tidak baik, segera ia memerintahkan kepada ahmad. “ Ahmad ! bawa Arif menjauh dari tempat ini,” sergahnya. Segera ia  membimbing Arif menjauhi tempat itu dengan tertatih-tatih. Merasa sudah aman, mereka berdua berhenti sambilmenyaksikan apa yang sedang dialami oleh yang di kawalnya tadi. “ Barhenti hai anak muda!” perintah bayang-bayang hitam yang mengenakan tutup kepala hingga cuma mata dan hidungnya yang terlihat. “ Apa urusanya kamu menghentikan langkahku?” jawab sang ustad. “ Jangan banyak bertanya,” jawabnya

Setetes Embun

Gambar
Setetes Embun ( Bagian 10 ) Oleh Kang Bari Menembus gelapnya malam menyusuri jalan di Dusun Gunung Cilik bersama nyanyian jengkerik dan alunan senandung malam katak sungguh sangat terasa sangat indah bagi Ustad Furqan bertiga. Ada terselip dalam hati rasa syukur yang mendalam   setelah Alloh memberikan pertolongan dalam proses ruqyah malam ini di rumah Sumarti. Perjalanan pulang dari Dusun Gunung Cilik yang baru pertama kalinya dikunjungi ini   membukakan mata hatinya sebagai seorang dai muda untuk lebih giat lagi menyapa umat. Kalau selama ini berdakwah di perkotaan yang masyarakatnya relatif terpelajar dan mudah menerima pembaharuan, tetapi ini adalah masyarakat desa yang terbelakang secara pendidikan dan cenderung jumud. Ada satu hal yang mereka miliki dan itu orisinil yakni keluguan mereka dalam merespon setiap perubahan.   Ini tantangan baginya, tetapi tantangan ini harus dirubah menjadi peluang. Tanpa terasa perjalanan mereka sudah berada di penghujung pemukiman

Setetes Embun

Gambar
Setetes Embun ( Bagian 9 ) Oleh Kang  Bari Diterangi beberapa lampu minyak yang menempel di dinding ruangan, tungku pembakaran kemenyan di salah   sudut terus mengepul menebarkan aroma kemenyan semakin menambah suasana magis. Satu setel meja kursi ukir dari kayu jati berbentuk ular naga pada setiap tangan kursi dan kepala raksasa pada sandaranya tersusun di tengah ruangan besar rumah joglo itu. Ada dua hiasan berupa tengkorak kepala rusa lengkap dengan tanduknya di tempel pada tiang utama, dua ekor trenggiling yang diawetkan juga di tempel bagian dinding sebelah kanan. Beberapa tombak ukuran kurang lebih 2 meter berdiri di sudut ruangan dekat pintu masuk menuju ruang utama. “ Kurang ajar,” ucap Mbah Wiro begitu memasuki ruang itu seraya menghempaskan pantatnya di kursi sambil memukul meja. Tergurat di wajah lelaki itu kekecewaan yang mendalam juga malu yang tidak bisa lagi tertebus dengan peristiwa yang baru saja dialaminya. “ Karjo! Tarno! Kemari,” panggil mpunya

Setetes Embun

Gambar
Setetes Embun ( Bagian 8 ) Oleh Kang Bari Ustad Furqan yang memakai baju koko warna putih, peci putih,dan celana hitam mengamati Parto mencopot beberapa gambar orang dan hewan yang terpampang di dinding rumah itu. Setelah semua gambar di turunkan beliau meminta semua yang hadir untuk mengambil air wudu dan menutup aurad atau memakai mukena bagi ibu-ibunya. Lalu ustad itu   membimbing Seno duduk bersila di tikar yang sudah persiapkan di tengah ruangan. Sumarti dan beberapa wanita yang hadir dalam ruangan itu mengenakan mukena putih, Ahmad, Arif, Parto dan beberapa laki-laki dewasa juga hadir di ruang itu.  “ Semua sudah mengambail air wudu?’ pertanyaan ustad itu meyakinkan para hadirin yang masuk dalam ruang. “ Sudah Pak , “ jawab mereka serentak. “ Baiklah bapak , ibu kita akan memulai ruqyah ini, saya berharap semua yang hadir untuk bisa mengikuti dengan khusuk.” Ustad muda itu mengambil tempat tepat dibelakang Seno dengan posisi berdiri, tangan kanan beliau me

Setetes Embun

Gambar
Setetes Embun ( Bagian 7) Oleh Kang Bari Sementara ada yang terlupakan oleh Parto dan keluarga besarnya setelah kehadiran ustad muda itu, yakni Mbah wiro dan dua anak buahnya. Karjo salah satu anak buah Mbah Wiro yang sedari tadi mendengarkan ceramah ustad itu tiba-tiba memberi isyarat pada Tarno dengan kerlingan mata. Lalu   disambut dengan anggukan oleh Tarno, kemudian tanpa di ketahui oleh warga yang hadir mereka berdua hilang dari kerumunan itu. Sambil melirik kesana-kemari mencari gururnya mereka berdua tidak mendapatkan lelaki tua itu diantara kerumunan orang banyak di rumah itu. Sementara Mbah Wiro sudah dari tadi meninggalkan tempat itu, dengan membawa rasa malu karena merasa tidak berhasil mengobati Seno malam itu. Langkah mereka berdua semakin dipercepat untuk mengejar Mbah Wiro di kegelapan malam, umpatan dan cacian terus mengalir dari lisan mereka terhadap ustad muda tadi. “ Kurang Ajar, sok jagoan amat itu anak muda,” ucap Karjo. “ Benar itu Kang, memb

Setetes Embun

Gambar
Setetes Embun ( Bagian 6) Oleh  Kang Bari Ustad muda itu bergegas menuju rumah yang terdengar suara gaduh   teriakan dan jerit tangis, sementara di luar berkerumun para tetangga menyaksikan kegaduhan itu. Kemudian beliau bertanya   kepada salah seorang bapak yang ada diantara kerumunan warga,” Ada apa ini pak,” “ Itu Seno anak Bu Sumarti mengamuk saat diobati Mbah Wiro,” jawab bapak itu. “ Jadi ini benar rumah Bu Sumarti ya pak?” tanya ustad selanjutnya. “ Iya betul Mas,” lnjut lelaki itu. Kemudian Ustad muda itu mnerobos kerumunan orang bayak menuju teras rumah. Setelah sampai di teras ia menyaksikan seseorang sedang mengamuk dan tiga lainya berusaha menghentikan langkahnya, sementara seorang yang sudah terlihat tua berdiri di pojok ruangan tampak gemetar ketakutan dan beberapa wanita paruh baya  menangis. Meja dan kursi berantakan, bara api juga berserakan di lantai rumah yang  berupa tanah liat. Bau kemenyan juga mneyeruak diruangan yang sudah acak-acakan itu be

Setetes Embun

Gambar
Setetes Embun ( Bagian 5 ) Oleh  Kang  Bari Setelah solat isya   dimasjid dekat rumah kepala desa Ustad Furqan minta izin melanjutkan perjalanan ke rumah Ibu Sumarti disertai Arif. Perjalanan menyusuri pematang sawah yang sedikit lembek dan suasana gelap , ini memngharuskan mereka bertiga ekstra hati-hati. Arif sebagai penunujuk jalan berada paling depan dengan senter di tangan yang selalu menyala. Suara belalang, jangkrik dan hewan malam lainya menringi langkah mereka bertiga. Diselingi nyanyian katak malam perjalan malam itu sungguh sangat berkesan bagi ustad muda dari kota Argmakmur kota kecil di pegunungan Argapura. Sesekali harus melompat karena pematang sawah masih becek yang tidak memungkinkan untuk dipijak, bahkan terkadang harus mengangkat celana untuk menghindari lumpur. “ Awas Pak ,” teriak Arif sambil berlari yang diikuti oleh Ahmad dan Ustad Furqan, ternyata ada seekor ular yang meintas di pematang sawah yang mereka lalui. Selepas persawahan perjalan m

Setetes Embun

Gambar
Setetes Embun (Bagian 4) Oleh  Kang Bari Seuasai menjadi imam solat mgahrib di masjid depan rumah, Ustad Furqan segera meninggalkan masjid. Sesampainya di rumah ia cepat menaggalkan jubahnya berganti mengenakan baju koko warna putih dan celana warna hitam kemudian memakai jas kulit warna coklat. Sang istri sudah menyiapkan helm dan tas yang berisi Al Quran dan peci putih yang biasa ia bawa kalau pergi. Setelah berpamitan kepada istrinya ia menuju garasi mengambil motor gede yag biasa ia pakai kalau pergi, sejenak dipanasi motor itu sembari menunggu Ahmad anak kakak tertuanya  yang biasa menemani kalau sedang bepergian. Motor gede itu kemudian melaju di jalan raya dengan kecepatan sedang, menuju desa Girimulya tempat Sumarti yang tadi siang minta pertolongan untuk meruqyah anaknya. Jalanan lumayan ramai karena seiring anak-anak sekolah sore juga sedang perjalanan pulang juga. Mereka berdua tidak banyak bercakap-cakap selama perjalanan. Melewati beberapa desa dan lahan p

Setetes Embun

Gambar
Setetes Embun ( Bagian 3 )  Oleh Kang Bari Rumah Joglo berukuran 8 X 8 M ² kelihatan kokoh berdiri dengan halaman luas, di sinilah Parto tinggal yang merupakan kakak kandung dari Sumarti. Sore itu dia menemui kakaknya untuk memberi tahu kedatangan ustad yang akan meruqyah anak laki-lakinya nanti malam setelah solat Maghrib. Di ruang bale yaitu ruang tempat menerima tamu bagi masyarakat jawa ia menemui Parto. Ada satu setel kursi berbahan kayu jati di tengah bale berada ditengah-tengah tiang utama rumah Joglo di atasnya tergantung lampu kuno yang dikenal dengan lampu gandul . Di dinding terpampang beberapa wayang kulit dengan sunggingan yang cukup halus. Ruang itu begitu luas karena tidak ada sekat kamar sama sekali. Di pojok kanan bagian ruang itu ada satu setel gamelan jawa berbahan perunggu yang nampak terawat dengan rapi. “ Mas, nanti setelah solat maghrib saya minta sampeyan ke rumah. Sebab saya mengundang Ustad Furqan untuk mengobati Seno,”  kata Sumart