Biduk Itu Menembus Gelombang
Biduk Itu Menembus
Gelombang
( Bagian 9 )
Oleh Kang Bari
Dengan mengendarai mobil sendiri
Salamah membawa anak sulungnya ke rumah sakit, ibu mertua yang menggendong anak
itu dalam mobil. Lalulintas belum begitu ramai,sesampainya di rumah sakit ia
segera mendaftarkan anaknya di Poli Anak. Kondisi Salman panasnya tidak
turun-turun, terkadang mengigau. Menunggu panggilan rasanya lama sekali,
Salamah dan ibu mertuanya sangat gelisah. Sebentar-sebentar melihat jarum jam
seolah-olah waktu tidak beranjak dari semula. Kegelisahan itu bertambah ketika
kondisi anaknya juga semakin tinggi panasnya.
“ Nomor lima,” panggilan petugas
mengagetkan mereka berdua. Segera Salamah membawa masuk anaknya. Setelah
pendataan selesai maka Salman diperiksa oleh dokter spesialis anak. Seorang
perempuan sangat sabar, dengan teliti dokter itu memeriksa kondisi bocah kecil
itu. Kemudian di minta untuk dibawa ke labolatorium, maka dibawalah anak
sulungnya ke bagian lab. Di tempat ini antrian juga Agak banyak sehingga
diperlukan kesabaran, sementara pikiran Salamah tertuju juga kepada suaminya di
Pekanbaru. Tetapi ia sangat tegar menghadapi cobaan ini, sesekai terlihat ia
termenung.
“ Salman, “ panggilan dari
petugas lab, segera ia membawanya ke dalam ruang lab. Pemeriksaan dilakukan dari
pengambilan darah dan air seni. Selama pengambilan sampel Salman tidak banyak
rewel. Anak itu menurut saja. Kemudian petugas memersilakan menunggu hasil lab
di luar. Dalam hati ia berdoa mudah-mudahan segera mendapatkan kejelasan atas
penyakit yang diderita oleh anak sulungnya itu.
Tiga puluh menit kemudian hasil
lab itu diserahkan oleh petugas kepada Salamah untuk dibawa ke Klinik Anak. Di
sana sudah menunggu dokter spesisialis anak. Setelah mengetok pintu dan salam
maka ibu an anak itu dipersilakan masuk. Lalu ia menyerahkan hasil lab
tersebut. Dengan hati was-was Salamah menunggu hasil diaknosa dokter
berdasarkan hasil pemeriksaan lab tersebut.
“ Ibu...ini dari analisa saya stelah
melihat hasil Lab, anak ibu menderita tipus, maka harus segera mendapat
pertolongan. Oleh sebab itu saya kasih pengantar untuk opname,” demikain
penjelasan dokter itu.
“ Iya Dok, terimakasih,” jawab
Salamah.
“ Ibu tunggu di uar sambil
menunggu surat pengantarnya,” lanjut dokter tersebut.
“ Iya Dok saya permisi dulu,”
pamit ibu muda itu kepada dokter.
Sesampainya di luar ia
menceritakan kepada Ibu Mertuanya.
“ Bu, Salman terkena sakit tipus,
saran dokter tadi diminta untuk rawat tinggal.”
Kemudian Salman dipindahkan di
pangkuan neneknya. Sementara ibunya mengambil barang-barang yang ada di dalam
mobil. Setelah itu mereka diantar petugas untuk menuju kamar rawat yang telah
dipilih, ia memilih kelas VIP. Di ruangn inilah Salman akan dirawat selama
sakit.
Dua hari menjalani perawatan
Salman sudah mengalami perkembangan yang cukup siknifikan, panasnya sudah turun
dan kondisi badanya sudah mulai membaik. Tetapi belum diperbolehkan untuk
pulang agar tuntas pengobatan yang dijalaninya. Pikiran wanita muda itu terbagi
karena kabar dari Pekanbaru yang ia terima tentang kondisi suaminya. Berita
terakhir bahwa Jumadi harus menjalani operasi tulang paha dan lengan karena
cidera yang diderita.
Hari yang keempat Salamah
menunggu putra sulungnya di rumah sakait, setelah jam periksa dokter ia di
panggil di ruang petugas. Setelah dudk di hadapan petugas ia mendapat
keterangan.
“ Ibu Salamah ya?” tanya kepla
bangsal.
“ Iya Bu,” jawabnya pendek.
“ Begini ibu, dari hasil
pemeriksaan dan data catatan perkembangan yang ada anak ibu hari ini sudah
diperbolehkan pulang,” jawab kepala bangsal tersebut.
“ Alhamdulillah, terimaksih Ya
Allah. Terimakasih Ibu,” ucap Salamah.
Seusai menghadap kepala bangsal
ia menemui Ibu mertua yang masih setia menunggu cucunya di kamar perawatan
Salman. Kemudian mengemasi barang-barang bawaanya untuk siap-siap menyelesaikan
administrasi. Seusai mengemas barang di kamar perawatan mereka begegas menuju
bagian administrasi untuk membayar biaya perawatan selama di rumah sakit.
Dengan mengendarai mobil sendiri
Salamah melaju menuju ke rumah membawa anak dan ibu mertuanya. Senyum sumringah
mengembang diantara mereka bertiga, gelak canda menghias perjalanan mereka. Sejenak
ia bisa melupakan suaminya yang terbaring di ruang melati di RSUD pekanbaru. Desir
angin dan pepohonan seakan menyambut kepulangan mereka dari rumah sakit. Rumah
mungil di jalan Husni Tamrin siap menyambut tuannya. Turun dari mobil bocah
kecil itu langsung berlari menuju teras rumah yang masih terkunci, langsung ia
menuju ayunan yang sudah beberapa hari tidak disentuhnya. Wajahnya ceria
meskipun masih kelihatan pucat akibat demam yang menyerangnya.
Bersambung....
Komentar
Posting Komentar