Beduk Subuh
Beduk Subuh
Oleh Kang Bari
Suara gemuruh
disertai hujan lebat membangunkan penduduk Desa Arjasari dari lelap tidur
malam. Petir bersahut-sahutan, kilat menyambar sinarnya begitu tajam menerobos
celah-celah ventilasi rumah warga. Aliran listrik padam seketika, suasana
betul-betul mencekam. Suara gemeretak susul menyusul dari pepohonan di sekitar
rumah penduduk. Lolong anjing menambah suasana semakin mengerikan dan magis.
Sementara di mushala dekat
rumah Pak Nasrun ada tiga anak yang tengah dilanda ketakutan atas angin badai
amalam itu. Mereka dalah Ahmad, Tono dan Puguh. Ketiga anak ini dari sore
megaji dan sudah pamit dengan orang tuanya untuk tidur di mushala. Berkali-kali
mereka berteriak minta tolong, tetapi suara mereka ditelan derasnya hujan dan disapu kencangnya angin malam itu. Sementara mau pulang mereka tidak berani.
“Tolong...tolong...tolong... “
Suara itu terdengar sayup-sayup oleh Pak Nasrun dari dalam rumah tersapu oleh
suara angin dan petir yang semakin keras.
Beliau mencoba lebih khusyuk lagi mendengarkan suara itu, tetapi tetap
saja suaru itu timbul tenggelam.
“Ibu mendengar suara orang
mita tolong?” tanya beliau kepada istrinya.
“Suara mana ta Pak?” balik
istri Pak Nasrun bertanya.
“Itu orang minta tolong Bu,
coba dengarkan baik-baik,” pintanya kepda Asmah istrinya.
Kemudian pasangan suami istri
itu mencoba memfokuskan pendengarannya pada sumber suara itu. Tetapi karena
hujan dan angin masih begitu lebat tetap saja suara itu tidak jelas terdengar.
Lewat jendela mereka berdua mencoba melongok ke luar setelah terlebih dahulu
menyibakkan kain horden di jendela depan. Di luar masih sangat gelap, hanya
bayang-bayang pepohonan yang nampak meliuk-liuk digoyang angin. Tidak ada
seorang pun yang berani keluar rumah.
Hujan badai disertai angin
sudah berlangsung kurang lebih satu setengah jam, tetapi belum juga reda. Air
terus mengguyur seperti ditumpahkan, suhu sangat terasa dingin seolah-olah
menembus tulang. Jarum jam sudah menunjukkan pukul empat
sebentar lagi masuk waktu Shalat Subuh, Pak Nasrun mencoba keluar rumah
menembus lebatnya hujan menuju mushala dekat rumah. Sesampainya di mushala ia
membuka pintu dan betapa ia terkejut ternyata ada tiga orang di dalam dengan kondisi cemas.
“Ini Ahmad, siapa temanmu?”
tanya Pak Nasrun kepada salah seorang diantara mereka.
“Iya Pak, kami bersama Tono
dan Puguh,” jawab anak yang dipanggil Ahmad itu.
“Masya Allah, jadi kamu ya yang
tadi minta tolong itu,” tanya Pak Nasrun lebih lanjut.
“Iya Pak, karena kami
kedinginan dan takut mau pulang hujan tidak reda-reda,” jawab Ahmad
Sudah menjadi kebiasaan
anak-anak di sekitar mushala ini kalau malam belajar mengaji kemudian tidak
pulang dan tidur di mushala.
Kecemasan juga melanda ayah
dari ketiga anak tersebut, sejak hujan badai mereka juga mengkhawatirkan
kondisi anak-anaknya. Tetapi lebatnya hujan dan angin memebuat mereka tidak
berani menyusul ke mushala, memang dari sore ketiga anak itu sudah pamit
mengaji dan sekalian izin tidur di mushala. Setelah hujan dan angin agak reda
ketiga ayah dari anak-anak itu pergi ke mushala, seperti dikomando mereka
bertiga bertemu di persimpangan jalan.
“Kang Badrun, mau kemana?”
tanya Kusno ayah Ahmad.
“Mau menyusul Tono, semalaman
tidak pulang katanya kemarin mengaji terus mau tidur di mushala,” jawab ayah
Tono tersebeut.
Tidak lama kemudian muncul
Parmin yang berjalan tergopoh-gopoh dengan berpayung dan menenteng senter.
"Itu suara bedug dari mushala,"seru Badrun
Akhirnya mereka bertiga bergegas menuju mushala, dimana ketiga anaknya tidur
semalaman. dengan langkah terbruru-buru di kgelapan subuh mereka sampai di mushala.
“Lha itu sudah ada orang di
mushala,” celetuk Parmin setelah menyaksikan ada cahaya dalam mushala yang
pintunya sudah juga terbuka.
Bergegas mereka bertiga
mengambil air wudu untuk ikut menunaikan Shalat Subuh, betapa bahagianya ketiga
ayah ini setelah menyaksikan ketiga anaknya sudah berdiri di belakang Pak
Nasrun imam Shalat Subuh. Kali ini shalat para ayah ini terasa begitu khusyuk,
air mata tak henti-hentinya mengalir dari sudut matanya sepanjang Shalat Subuh
kali ini. Karena semalaman selama hujan kecemasan itu melanda mereka, hatinya
gundah atas keselamatan ketiga anak-anak tersebut.
Seusai Shalat Subuh ketiga
anak ini langsung menghambur kepelukan ayahnya masing-masing. Sejenak kemudian
suasana haru meliputi subuh itu, mereka perpelukan erat setelah semalamn
dilanda kecemasan. Ucapan syukur tak
henti-hentinya mengalir dari lisan-lisan mereka. Pak Nasrun menyaksikan dengan
penuh rasa haru atas kejadian ini.
#DAY4
#30 DWC
#ONE DAY ONE POST
Badai mmg mengerikan
BalasHapushehehe...bener tuh
HapusWah ... As always, idenya ada aja ...👍👍
BalasHapusPak bari banyak typo ... Hehe
terimakasih Anggia
HapusAku pun cemas jika anak-anak ku kelamaan main, hehehe gak nanya.
BalasHapusCeritanya ok pak.
sama ya Mbak hehehe
HapusOrang tua selalu cemas pada anak2nya.
BalasHapusSebuah perhatian besar dr orang tua kepada anaknya.
#Seperti Ayahku ^^
Berdyukurlah punya ayah yang perhatian
HapusHihi, di telpon aja th anak-anak... #JamanNow
BalasHapusGk dibawain hp #hehe
Hapusuntung aja anak-anak itu ga dimasukin ke dalem bedug sama "yang nakal"
BalasHapushehehe
Beduknya masih komplit tutupnya hhh
HapusOalah bocah 🙈😁
BalasHapusApa dosanya bocah hehe
Hapus