Nenek Bariyah Wanita Tangguh
Nenek Bariyah Wanita Tangguh
Oleh Kang Bari
Wajahnya keriput, matanya cekung,
garis-garis ketuaan mendominasi raut mukanya. Rambut tak ada lagi yang berwana
hitam bahkan alis dan bulu matanya pun sudah memutih. Memakai kerudung untuk
menutup kepala dengan sekenanya dan jalanya sedikit membungkuk. Baju kurung
serta kain jarit menjadi pakaian keseharian baik di rumah ataupun di luar ditambah dengan sandal jepit menghiasi telapak
kakinya. Suaranya berat dan serak, sirih dipadu dengan tembakau dan kapur ( enjet ) menjadi hiasan di bibir nenek
Bariyah yang usianya sudah memasuki 90 tahun menurut anak keduanya yang masih
hidup. Gigi berwana coklat kemerah-merahan pengaruh kapur sirih dan tembakau
yang selalu di kunyah, tetapi masih utuh tak satu pun yang tanggal.
Rumah ukuran ( 5 x 8 ) meter
dengan atap seng dan dinding dari kayu tanpa cat terawat dengan rapi meskipun
tidak nampak pot-pot bunga di teras depan merupakan tempat tinggal Nenek
Bariyah. Hidup sebatang kara di rumah ini sudah dijalaninya selama 10 tahun
sesudah meninggal Burhan suami nenek itu yang umurnya terpaut 7 tahun lebih tua
darinya. Meskipun anak-anak beliau tinggal jauh darinya tetapi Nenek Bariyah
tidak mau ikut bersama mereka. Sesekali waktu anak-anaknya datang membantu
membersihkan rumah dan halaman sekitar, selebihnya dia masih sanggup mengurus
dirinya sendiri.
Sebelum adzan subuh sudah menjadi
rutinitas nenek dengan cucu 20 dari anak
7 itu membaca Al Quran dengan suaranya yang serak-serak basah, terkadang
tersendat-sendat oleh batuk. Bahkan sejak jam dua sudah bangun untuk
melaksanakan solat tahajut. Ketika masuk waktu solat subuh Bariyah segera
menuju masjid yang berjarak 30 meter dari kediamanya.
Menjadi kebiasaan Bariyah sesudah
masak dan membereskan rumah ia pergi ke kebun yang berada di belakang rumah
Siti untuk mencari kayu bakar dan
mengambil daun kelapa untuk dimanfaatkan lidinya guna membuat sapu. Setiap berangkat
ia pasti melewati rumah Siti karena inilah rumah yang paling dekat dengan
tempat tinggalnya. Demikian juga pagi itu.
“ Assalamu’alaikum,” ucap Bariyah
ketika lewat di depan rumah Siti.
“ Walaikumus salam,” jawab yang
punya rumah sambil meneruskan mengepel lantai teras.
“ Nenek mau ke kebun?” tanya Siti
kepada Bariyah yang melintas di halaman rumahnya.
“
Iya Nak,” jawab dia sambil mengangguk di hadapan Siti.
Nenek bariyah berlalu menuju kebun dan Sitipun melanjutkan
pekerjaan rumahnya.
Menjelang maghrib rumah Bariyah
belum terlihat ada lampu yang menyala, Siti sebagai tetangga terdekat mencoba
memeriksa sekeliling rumah. Tidak didapati tanda-tanda tuan rumah ada di
dalamnya, semua pintu masih terkunci. Siti beranggapan mungkin Nenek pergi ke
rumah salah satu anaknya dan menginap di sana. Dia pun kemudian kembali ke
rumah, sementara adzan maghrib berkumandang lalu Siti dan keluarganya bergegas
menuju masjid.
Esuk harinya Huda suami Siti
sebagaimana layaknya seorang petani seusai sarapan bergegas menunggang sepeda
motor bututnya menuju kebun hendak memanen kelapa sawit yang berdampingan
dengan kebun nenek Bariyah. Sesampainya di kebun kendaraan dan bekalnya
dimasukkan kedalam pondok yang berada di tengah kebun. Beberapa langkah ia
keluar dari pondok terdengar sayup-sayup dari kejauhan suara orang memita
tolong. Kemudian ia berjalan menuju asal suara itu, terkadang jelas terkadang
hilang. Berdiri sejenak untuk berkonsentrasi mendengarkan asal suar itu, lalu
berjalan lagi menuju ke arah kebun sebelah. Dari sini suara itu semakin jelas,
tetapi dalam hati ia bertanya, suara apa itu. Karena tidak ada orang sama sekali
yang terlihat di kebunya dan kebun sebelah, Huda agak sedikit ragu. Dalam hati
berpikir jangan-jangan suara makhluk halus, berdiri bulu kuduknya.
Akhirnya Huda memberanikan diri
terus berjalan kearah sumber suara itu, baris demi baris tanaman kelapa sawit
itu ia lalui dan sampailah ia menyeberangi kebun sebelah yang merupakan kebun
Nenek Bariyah. Di sana-sini penuh dengan tumbuhan perdu di antara beberapa
pohon kelapa yang buahnya lumayan lebat. Suara itu semakin jelas, yang
membuatnya juga semakin yakin bahwa itu adalah suara manusia bukan suara makhluk halus seperti pada film horor.
Langkahnya terhenti seketika saat melewati lubang sumur tua yang berada di
pojok kebun nenek itu. Ternyata suara itu berasal dari dasar sumur, antara
percaya dan tidak akhirnya ia pun melongok ke dalamnya.
Setelah menyibak rerumputan yang
menutupi lubang sumur itu betapa ia terkejut ternyata Nenek Bariyah yang berada
di dasar sumur itu. Dengan suara sedikit
tertahan ia memanggil,” Nenek...nenek..Nenek Bariyah”.
Terdengar dirinya dipanggil
segera ia menjawab meskipun suaranya tidak jelas,” Iya saya Nak, tolong nenek,”
suara itu sangat dikenal Huda.
“ Iya, nenek baik-baik saja?”
tanya huda meyakinkan kondisi nenek Bariyah.
“ alhamdulillah nenek baik-baik
saja, Cuma sedikit lemas,” jawabnya dengan lirih.
Kedalaman sumur itu kurang lebih
tiga meter, sementara tidak ada tangga di pondok Huda. Akhirnya ia memutuskan
untuk pulang meminta bantuan tetangga guna mengeuarkan nenek dari dasar sumur.
“ Nek, saya pulang sebentar
memanggil teman untuk membantu nenek keluar ya,” pamit Huda sembari meyakinkan
nenek Bariyah.
Kemudian ia menuju pondok memacu
sepeda motor bututnya menuju rumah, dengan sedikit kencang laju sepeda motor
itu menyusuri gang-gang tanaman kelapa sawit. Sepanjang perjalanan ia tak habis
pikir bagaimana nenek itu semalaman harus menanggung sakit, cemas dan dinginya
malam serta gigitan nyamuk. Masih beruntung saat ini musim kemarau sehingga
sumur itu dalam kondisi kering, apa jadinya kalau tada malam turun hujan. Huda
juga berharap udah-mudahan nenek tidak mengalami cidera yang berarti sehingga
tidak menyulitkan saat mengangkat dari dasar sumur nanti.
Mendengar suara sepeda motor suaminya
Siti segera keluar rumah, karena belum berapa lama ia berangkat. Ada perasaan yang
menyelinap di hatinya melihat kedatangan Huda yang juga nampak gusar, segera ia
mencari tahu.
“ Ada apa Mas cepat pulang?’
tanya Siti saat Huda masih di atas sadel sepeda motor buntutnya.
“ Nenek ...nenek..Bariyah...,”
jawab sang suami sambil menunjuk ke arah kebun suaranya terputus-putus.
“ Kenapa dengan Nenek Mas?”
tanyanya tidak sabar lagi.
Setelah turun dari sepeda motor
dan napasnya sudah tenang Huda kembali menjelaskan apa yang terjadi pada nenek
itu. Kemudian ia memanggil Pak Somad tetangga sebelah untuk diajak membawa
tangga ke kebun.
Akhirnya mereka bertiga berangkat
menuju kebun dengan mambawa tangga, perjalanan mereka sedikit terburu-buru
karena mengkhawatirkan kondisi Nenek Bariyah. Segala angan menggelayut di benak
mereka bertiga mengenai nenek itu. Selama ini tinggal sendirian dan jarang di kunjungi anak-anaknya yang
sebenarnya tidak begitu jauh dari tempat tinggalnya. Sehingga kesehatan dan
keselamatnya pun tidak di ketahui oleh anak-anaknya, terkecuali diberi kabar oleh tetangga terdekat.
Sesampainya di lokasi kejadian
segera mereka memanggil, “ Nenek..nenek..” panggil mereka bertiga dengan
sedikit berlari menuju sumur tua tempat nenek itu.
“ Iya Nak...” suara itu terdengr
sangat pelan.
Dengan segera mereka bertiga
memasukkan tangga itu ke dasar sumur tua, setelah memastikan dimana posisi
nenek itu duduk. Kemudian Pak Somad memegang tangga dan Huda menuruni tangga
itu menuju dasar sumur dengan membawa air minum dan kain jarit. Sesampainya di
dasar sumur segera ia memeriksa kondisi nenek itu dan memberikan air minum.
Ternyata kondisi nenek sehat cuma sedikit trauma dan capek karena semalaman
tidak tidur, setelah diberikan air minum kondisi nenek sedikit tenang. Lalu Huda menggendong nenek dengan menggunakan jarit tadi menaiki tangga menuju
permukaan sumur. Rasa haru menyelimuti suasana mereka berempat saat Nenek
Bariyah sampai di permukaan sumur dengan selamat. Siti tak henti-hentinya
memeluk dan mencium nenek Bariyah yang sudah seperi orang tuanya sendiri. Kemudian
mereka berempat menyusuri kebun menuju rumah dengan perasaan lega.
Kabar ditemukanya nenek Bariyah
segera menyebar ke seluruh warga Rt.01 Rw 10 Desa Suka Rukun sehingga saat
kedatangan Nenek Bariyah sudah ditunggu puluhan warga yang tidak sabar lagi
ingin mengetahui keadaanya. Tak ketinggalan Ketua RT 01 Pak Toha juga ikut
hadir di rumah nenek itu. Beberapa saat kemudian rombongan Huda muncul dengan
membawa pulang nenek lanjut usia itu, beberapa warga terlihat tidak bisa
menahan tangisnya. Suasana haru menyelimuti rumah nenek yang tinggal sendirian
diusia yang sudah sangat lanjut, sementara anak-anaknya tidak di tempat. Usia yang seharusnya seorang ibu mendapatkan curahan bakti dan kasih sayang dari anak-anaknya, Tetapi tidak didapatkan oleh Nenek Bariyah, ia harus menanggung hidup sendirian di rumah tempat ia melahirkan dan membesarkan anak-anaknya
Kemudian pak ketua RT meminta
tolong kepada Sahmat anak muda warga setempat untuk memberi kabar anak
nenek Bariyah, sementara sang nenek dibawa ke puskesdes untuk mendapatkan
perotlongan guna mengurangari trauma yang diakibatkan jatuhnya ke dalam sumur
tua.
#Tantangan ODOP#Temaseharihari
Ya Alloh, kisa nyata nih Pak Bari?
BalasHapusBetul Mbak...cm nm tmpt semua fiktig
HapusNenek π’π’π’
BalasHapusKang, motor buntut atau motor butut? Typo bukan? Hee
O....gitu ya...hehe mksh bututnya Vani
Hapusamsih banyak ya orang tua yg senasib dgn nenek Bariyah.. jadi ngingetin sy sama ortu sendiri
BalasHapusIni jg ngengetin diri sendiri. Mksh Bang
HapusAyo kangBari rajin nulisn ya..perhatiin ejaanya
BalasHapusjadi rindu nenek di sumatera:")
BalasHapusnenekmu dmn Nov?
Hapusππππππππ
BalasHapushapus airmatamu
BalasHapusCeritanya sudah runut, Pak. Sip...!
BalasHapusPak Bari kayaknya selalu salah menulis kata ganti -nya saat kata sebelumnya berakhiran huruf n. Harusnya n didobel, kan, Pak. Seperti: jalanya, kediamanya, ditemukanya, keadaanya.
Penulisan "Rumah ukuran ( 5 x 8 ) meter" kayaknya gak perlu dikurung, Pak.
Untuk kata baku Al Quran, solat, adzan adalah Alquran, salat, azan.
Penulisan nama salat 5 waktu diawali kapital, solat subuh seharusnya salat Subuh.
Sekedar sok tahunya saya, Pak. Semangat ya...!
Maksih @Suden Basayev
Hapusaku jadi rindu Almarhumah Nenek. :(
BalasHapusWahhh terlupa ya, aihh semoga kita semua tidak lupa seperti kacang lupa pada kulitnya..
BalasHapusMasya Allah...kasian.nenek
BalasHapusDulu tetanggaku juga ada kaya gini, tapi beliau meninggal tak tertolong..
BalasHapusMaaf pak bari, dikit catatan dari saya yg mungkin sok tahu π
mungkin tulisannya bisa ditambah titik koma, bbrapa paragraf saya bacanya ngos ngosan.. Hhihi
Trus di crita awal disebutkan lengkap nenek bariyah, pas dari paragraf 3 kebawah kok cuma disebut bariyah nya saja...?
Jadi sedih baca cerita ini.
BalasHapusMasih ada beberapa typo pak.
Aku jadi rindu nenek π
BalasHapusNenek π’
BalasHapusHmm..cerita yg runut dan menyentil perilaku anak jaman sekarang...
BalasHapusBaper ya Allah π
BalasHapusTerimakasih untuk semua yg sudah mampir & terimakasih juga krisanya.
BalasHapusπππ
BalasHapusNenek π
BalasHapusWah showingnya kerenπ»π»
BalasHapusSedikit typo ya pak, tapi ceritanya keren, sukakk. inget almarhum embah
BalasHapus