Biduk Itu Menembus Gelombang

Biduk Itu Menembus Gelombang
( Bagian 8 )
Oleh Kang Bari

Salamah terlihat sibuk di ruang sebelah garasi mobil yang dijadikan ruang kerja sehari-hari bisnis online-nya. Sekilas tidak ada masalah pada dirinya,tetapi sebenarnya ia menyimpan was-was karena jarum jam sudah menunjukkan pukul 17.00. Ini adalah hari yang ketiga setelah Jumadi berangkat dari Pelabuhan Batu Ampar  Batam. Seharusnya suaminya itu sudah tiba karena perjalanan Batam-Bengkulu itu sekitar 54 jam, paling tidak pukul 16.00 tadi sudah sampai di rumah. Tetapi karena sedang terjadi pemadaman listrik dari pagi sehingga tidak bisa menghubungi nomor telepon suaminya.

Seusai Shalat Maghrib listrik baru menyala, Salamah mencoba menghubungi nomor suaminya tetapi juga tidak tersambung. Memang nomor telepon genggam suaminya belum sepenuhnya diaktipkan, mungkin masih takut dengan pemberi pinjaman itu. Kemudian ia mencoba menghubungi pamannya, ternyata bisa tersambung.
“ Assalaamu’alaikuam, “ suara pamannya yang di Batam terdengar jelas.
“ Wa’alaikumus salam, apa kabar Paman?” sahut Salamah.
“ Alhamdulillah baik, bagaimana dengan Kamu dan anak?” suara pamannya balik bertanya.
“ Alhamdulillah baik juga Paman,” jawab istri jumadi.
“ Oh iya Salamah, maafkan Paman ya....sebenarnya dari kemarin saya sudah berencana menghubungimu, tetapi karena jaringan yang sedang bermasalah sehingga tidak tersambung,” keterangan Paman Ahmadi. Salamah sedikit tegang menunggu kelanjutan dari pembicaraan pamanaya itu.
“ Begini Salamah, mudah-mudahan kamu bisa menerima dengan lapang dada,” lanjutnya.
Jantung Istri Jumadi semakin kencang berdegup dan semakin tidak menentu denyutnya, kepala terasa berat.
“ Kapal yang ditumpangi suamimu mengalami kecelakaan,” lanjut Pak Ahmadi.
“ Terus bagaimana dengan Ayah Salman?” tanya Salamah dengan suara tersendat, air matanya mulai mengalir.
“ Alhamdulillah suamimu baik-baik saja, Cuma mengalami sedikit cidera,” ungkap pamannya.
“ Sekarang Mas Jumadi dimana Paman?” tanya ibu Salman itu tidak sabar.
“ Sekarang dirawat di RSUD Riau  Pekanbaru, Toha anakku sudah berangkat ke Pekanbaru tadi pagi,” sambung adik ibu mertua Salamah.
“ Terima kasih Paman, insya Allah saya besuk berangkat ke Pekanbaru,”  jawab istri Jumadi mengakhiri pembicaraan dengan pamannya.

Perasaan sedih menggelayut di benak wanita muda ini, ujian datang bertubi-tubi. Salamah mencoba tegar menghadapi setiap masalah, ia selalu memohon pertolongan kepada Allah SWT. Adzan Isyak pun terdengar dari masjid sebelah rumahnya, segera ia mengajak buah hatinya melangkahkan kaki menuju masjid untuk shalat berjamaah. Hatinya merasa tenteram ketika berada di masjid, segala kegundahan hatinya ia tumpahkan saat shalat.

Seusai Shalat Isyak Salamah bergegas ke rumah ibu mertua, dengan sepeda motor metik hadiah dari Jumadi ia melaju di jalan Husni Tamrin dengan memboncengkan Salman. Kendaraan itu berhenti di halaman rumah bercat biru laut, itulah rumah orang tua Jumadi. Setelah salam kemudian ia menceritakan tentang suaminya kepada ibu mertua.
“ Jadi suamimu sudah seminggu di Batam?” tanya wanita paruh baya itu.
“ Iya Bu, terus sekarang ayahnya Salman dapat musibah,” jawab Salamah suaranya tertahan di tenggorokan shingga hampir tidak terdengar.
“ Masya Allah, musibah apa,” tanya ibu Jumadi setengah tidak percaya.
“ Menurut keterangan Paman Ahmadi, kapal yang dinaiki Mas  terdampar di Pulau Angsa, dan Mas menderita cidera sekarang dirawat di RSUD Riau,” terang Salamah pada mertuanya.
“ Ya Allah selamatkan anakku, lindungi Ya Rab,” ucapan ibu Jumadi mengalir dari lisanya dengan air mata membasahi pipinya. Salamah hanya diam memperhatikan ibu mertuanya menangis, hatinya gundah gulana. Ingin rasanya terbang menyusul suaminya sekarang juga.

Setelah reda tangisnya, ibu Jumadi menyarankan kepada menantunya itu untuk berangkat ke Pakanbaru besuk pagi.
“ Berangkatlah besuk pagi kamu menjenguk suamimu, biarlah Salman tinggal di sini,” ucap Ibu Jumadi
“ Iya Bu, kedatangan kami kemari bermaksud pamit dengan ibu sekaligus menitipkan Salman,” jawa istri Jumadi.
Setelah selesai perbincangan mereka maka Salamah pun minta pamit kepada mertuanya.

Seusai membacakan cerita sebagai penghantar tidur Salman , Salamah mempersiapkan segala yang diperlukan keberangkatanya besuk pagi. Beberapa lembar pakaian ganti untuk dirinya juga untuk suami tercinta. Waktu pun terus berjalan, suara jangkrik dan burung hantu mengiringi perjalanya waktu menuju tengah malam. Bintang gemintang bertebaran di  langit semakin menambah sunyinya malam itu.  Sebagian besar penduduk bumi sudah terlelap dengan mimpi indahnya,sementara Salamah belum juga bisa memejamkan mata sekejap pun. Pikirannya sudah di Pekanbaru walaupun jasadnya di Argamakmur, sehingga sulit baginya untuk memejamkan mata.

Pukul 04.00 ibu muda ini terjaga dari tidurnya, kemudian ia mengambil air wudhu dan selanjutnya shalat sunah dua rakaat sambil menunggu masuk waktu Shalat Subuh. Seusai shalat ia membangunkan putra sulungnya, bermaksud untuk dimandikan dan ganti pakaian  supaya saat ditinggal nanti tidak rewel. Tetapi apa yang terjadi, Salman badannya panas dan demam. Belum pernah putra sulungnya itu pagi-pagi panas seperti ini. Maka dibawalah anaknya ke bidan yang tidak jauh dari rumahnya. Setelah diperiksa, bidan tersebut menyarankan agar anak ini dibawa ke RSUD. Setelah mendapat saran dari bidan maka ia pulang ke rumah mertuanya untuk memberi tahu tentang masalah yang menimpannya.


“ Kalau begitu biar Ayahmu saja yang berangkat ke Pekanbaru, sementara kamu membawa Salman ke RSUD,” kata ibu Jumadi sambil mengelus kepala cucunya. Dengan berat hati dan perasaan yang sedih dan bingung ia harus menunda kepergiannya ke Pekanbaru, sekarang ia harus fokus ke Salman. Segeralah ia membawa putra sulungnya itu dengan ditemani ibu mertua. 

Bersambung...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cinta Abadi

Hamid

Pelukis