Biduk Itu Menembus Gelombang
Biduk Itu Menembus Gelombang
( Bagian 6 )
Oleh Kang Bari
Usai makan pagi jumadi menemui
Paman Ahmadi, hendak mengutarakan keinginannya pulang ke Bengkulu.
“ Jadi kamu mau pulang ke
Bengkulu sekarang Jum,” tanya pamannya.
“ Iya paman, saya sudah empat
hari di sini. Kasihan dengan Salman pasti sudah rindu” jawab Jumadi.
“ Ya, hati-hatilah diperjalanan.
Salam untuk ayah dan ibumu,” sambung Pak Ahmadi.
“ Ya Paman nanti saya sampaikan,”
jawab Jumadi seraya berjabatan tangan lalu keluar rumah.
Di luar saudara sepupunya sudah
menunggu dengan mobil yang yang sudah siap mengantarkannya ke pelabuhan Batu
Ampar. Jadwal pemberangkatan kapal sesuai dengan yang tertulis ditiket pukul
10.00 WIB, masih ada waktu sekitar satu jam lagi. Laju mobil menyusuri Kota
Batam menuju pelabuhan sedikit lengang karena sudah masuk jam kerja. Mobil
melaju dengan kecepatan rata-rata 60 kilo meter per jam.
Tiga puluh lima menit perjalanan
telah memasuki pelataran Pelabuhan Batu Ampar, hiruk pikuk kendaraan pengangkut
barang dan penumpang memenuhi pelataran pelabuhan yang kelihatan cukup bersih
itu. Taman-taman tertata dengan apik, tumbuhan perindang terawat dengan baik.
Kotak sampah dapat dijumpai hampir disemua sudut taman, dengan kondisi
tertutup. Petugas pelabuhan nampak sibuk mengatur alur lalulintas yang masuk ke
dalam kapal dan keluar. Asap mengepul dari cerobong beberapa kapal yang sedang
bersandar di dermaga. Sesekali terdengar suara sirine dari anjungan kapal yang
akan meninggalkan pelabuhan.
Setelah mobil berada di area
parkir maka Jumadi turun kemudian berjalan beriringan dengan saudara sepupunya
itu menuju tempat melapor penumpang yang akan berangakat. Sesudah melapor
mereka berdua berjabat tangan dan saling berpelukan.
“ Hati-hati ya Mas, semoga lancar
dan selamat sampai tujuan,” pesan Toha mengakhiri pertemuannya dengan Jumadi.
“ Insya Allah, terima kasih ya Dik, balas Jumadi.
Kemudian jumadi berjalan memasuki
kapal dan Toha pun meninggalkan pelabuhan itu.
Sirine telah tiga kali
diperdengarkan, tanda kapal akan segera meninggalkan dermaga. Jumadi mengambil
tempat duduk di dekat jendela dengan harapan bisa menikmati perjalanan di
perairan sekitar Pulau Batam. Tiga puluh menit perjalanan di laut semua masih
biasa saja, semua berjalan normal. Tiba-tiba awan kelihatan gelap berarak di
atas laut, angin mulai kencang, kapal terasa sangat keras goncangannya. Terdengar suara nahkoda memberi perintah
kepada semua penumpang untuk memakai baju pelampung, segera setelah itu ABK
membagikan baju pelapung kepada setiap penumpang. Kemudian diperagakan cara memakainya,
demikian juga Jumadi. Lelaki muda itu berusaha memakai baju pelampung sesuai dengan
yang diperagakan ABK yang ada di hadapannya.
Belum sempat para penumpang
menyelesaikan pamakaian baju pelampung tiba-tiba kapal dihempas oleh badai yang
sangat dahsyat. Kapal oleng kehilangan arah berlayar, nahkoda berusaha
mengembalikan arah pelayaran sesuai navigasi. Jerit para penumpang terdengar
histeris, gema takbir bersahut-sahutan. Anak-anak menangis sejadi-jadinya. Suasana
sangat mencekam, ada beberapa penumpang yang jatuh ke lantai kapal dan trinjak-injak. Penumpang terlempar kesana kemari seperti beras dalam tampian.
Memang badai siang itu terlalu kuat
sehingga akhirnya kapal terdampar di Pulau Angsa. Pulau yang masih perawan hutan mangrofnya,
belum ada warga yang tinggal menetap di pulau itu.
Beberapa penumpang mengalami
luka-luka yang cukup serius. Bahkan ada tiga penumpang yang kondisinya kritis.
Jarak kapal dengan pantai masih cukup jauh sekitar 700 meter, maka ABK akhirnya
menurunkan skoci untuk mengevakuasi penumpang ke darat. Satau persatu penumpang
dibimbing memasuki skoci yang telah dipersiapkan oleh ABK. Penumpang yang
beresiko didahulukan, juga ibu-ibu dan anak-anak. Mereka saling bahu membahu
mengevakuasi penumpang yang cidera dan shok. Beberapa ABK mendirikan dua buah
tenda besar di pulau itu untuk menampung
penumpang yang sakit dan juga penumpang yang selamat.
Alat komunikasi gawai tidak bisa
digunakan karena tidak aja jaringan. Proses
evakuasi memakan waktau yang cukup lumayan lama dari sisi waktu, hal ini dipengaruhi juga ada beberapa ABK
yang mengalami cidera. Suasana
betul-betul panik, karena posisi kapal dalam keadaan miring.
Bersambung...
nunggu kelanjutannya nih pak
BalasHapusInsya Alloh Mbak
Hapus