Biduk Itu Menembus Gelombang

Biduk Itu Menembus Gelombang
( Bagian 3 )
Oleh Kang Bari

Mengenakan baju panjang warna coklat dikombinasi dengan kuning dan jilbab coklat muda wanita muda itu mengendarai sepeda motor metik memboncengkan buah hatinya. Meluncur di jalan beraspal di pinggiran Kota Argamakmur menuju jalan Husni Tamrin, kemudian berhenti di depan rumah bercat biru laut. Dialah Salamah istri Jumadi bertamu di rumah mertuanya, Salman anak satu-satunya itu mengikuti langkah ibunya menuju teras rumah kakeknya. Setelah salam muncullah wanita paruh baya dengan tatapan berbinar atas kehadiran cucu pertamanya, kemudian dengan cepat Salman sudah berada digendongan neneknya. Mereka bertiga kemudian masuk ke dalam rumah besar itu.

 Salamah tidak menceritakan tentang kondisi rumah tangganya bahkan kepergian suaminya pun tidak ia ceritakan. Ia bermaksud menyelesaikan sendiri sebatas kemampuanya, dan ia yakin bahwa Allah akan menolongnya. Setelah membantu pekerjaan ibu mertua ia bertanya tentang pamannya yang tinggal di Batam, ternyata betul paman itu di Batam. Bahkan akhirya ia mendapatkan nomor teleponya itu. Sedikitpun tidak ada kecurigaan mertuanya terhadap Salamah saat menanyakan paman yang di Batam itu. Bahkan ibu Jumadi bercerita panjang lebar tentang kebaikkan adiknya itu, ia hanya mendengarkan saja tanpa memberikan komentar. Setelah dirasa cukup berada di rumah mertuanya dan mendapat informasi yang diperlukan ia pun mohon diri bersama anaknya.

Ketika sampai di rumah saat Shalat Duhur pun tiba, segera Salamah mengmbil air wudhu untuk menunaikan shalat. Diajaknya pula si buah hatinya shalat bersamanya,  shalat duhur kali ini dilaksanakan dengan sangat khusyuk. Seusai shalat ia kelihatan memanjatkan doa begitu panjang, air matanya tak henti-hentinya membasahi pipi. Tangannya gemetar, bibirnya komat-kamit melantunkan doa, sehingga Salman pun tertidur di pangkuan ibunya.

Seusai shalat Salamah mengambil telepon genggam, tangannya gemetar matanya nanar seolah-olah tak sanggup mengangkat telepon itu. Dicarinya nama Ahmadi, kemudian di tekanlah nama itu. Setelah berdering dari kejauhan terdengar suara salam, suara laki-laki yang  sudah Salamah kenal. Jantungnya berdegup tidak teratur, tetapi ia berusaha menenangkan diri. Lalau salam itu ia jawab, seraya memperkenalkan diri, “ Saya Salamah Om,” suara salamah sedikit tersendat. Sesaat kemudian ia terlibat pembicaraan dengan Paman Ahmadi.

Dari pamannya inilah akhirnya keberadaan Jumadi dapat diketahui, bahwa dia sudah berada di Batam empat hari yang lalu. Kebetulan siang itu Jumadi sedang ikut anak pamannya mengantar barang paket. Dengan pamannya pun Salamah tidak juga menceritakan tentang alasan kepergian suaminya ke Batam. Hati wanita muda itu dipenuhi rasa haru dan syukur yang sedalam-dalamnya, akhirnya keberadaan suaminya Allah tunjukkan juga. Setelah menutup telepon ia sujud syukur, air matanya kembali tumpah di atas sajada. Ia memohon mudah-mudahan gelombang yang menimpanya ini segera berakhir, ia merindukan kebahagiaan seperti dulu-dulu lagi.


Mentari perlahan menuju keperaduannya, seiring terbitnya bulan purnama disenja penghujung bulan Jumadil Ula. Bintang-bintang seolah enggan menampakkan diri, malu dengan sang dewi purnama yang menjadi ratu petang itu. Suara adzan Maghrib berkumandang dari mushala di sebelah rumah Salamah, beberapa laki-laki paruh baya dan anak-anak berjalan beriringan menuju ke tempat itu. Demikian juga ibu-ibu dan anak-anak perempuan dengan mengenakan mukena berjalan rapi memenuhi panggilan itu. Sepanjang perjalanan ke Musala ibu Salman membayangkan keindahan saat bersama suami pergi ke Mushala saat petang seperti ini. Salman berjalan di samping ibunya dengan menggandeng tangannya, anak kecil itu tidak mengetahui kenapa beberapa hari ini ayahnya tidak bersamanya. Ibunya selalu menjawab ayahnya sedang bekerja di luar kota saat anak laki-laki itu menanyakan ayahnya.

Malam pun tiba, Salamah masih sibuk dengan usaha bisnis online-nya seperti biasa. Meskipun tengah dirundung kesedihan tetapi tidak mengurangi aktifitas bisnisnya. Ia bukan tipe wanita cengeng yang mudah menyerah dan berputus asa dengn keadaan. Bahkan dalam kesehariannya dia tidak menampakkan badai rumah tangganya dengan siapapun. Malam ini ibu satu anak ini mengemas beberapa setel pakaianya ke dalam koper dan beberapa pakaian Salman. Kemudian membereskan barang-barang yang ada di ruang depan dan ruang keluarga. Jarum jam menunjukkan pukul 22.00 ia pun beranjak menuju ke ruang tidur.


Bersambung...

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cinta Abadi

Hamid

Pelukis