Biduk Itu Menembus Gelombang
Biduk Itu Menembus
gelombang
( Bagian 2 )
Oleh Kang Bari
Salamah tak habis pikir membaca
surat perjanjian itu, kenapa suaminya tega berbuat seperti itu. Kemudian ia
mencoba menguasai diri dan menyuruh tamunya duduk di kursi tamu ruang depan.
Tidak lama kemudian wanita muda itu menanggapi isi surat yang diantar oleh dua
orang tamunya.
“ Baik , Bapak-bapak...di surat
perjajnian ini suami saya menjadikan rumah dan bangunan ini untuk jaminan
hutang. Tetapi perlu bapak-bapak ketahui bahwa surat tanah dan bangunan ini
bukan atas nama suami saya, tetapi atas nama saya sendiri,” papar Salamah
panjang lebar di depan penagih itu.
“ Maka saya tidak mau keluar dari
rumah ini, karena ini bukan rumah Jumadi, suami saya” tegas Salamah.
Kemudian Salamah menunjukkan
surat-surat tanah dan bangunan itu kepada penagih tadi, mereka berdua
mengangguk-angguk tanda setuju terhadap penjelasan tuan rumah.
“ Lalu bagaimana dengan hutang
Mas Jumadi ini Mbak?” tanya kedua orang itu hampir bersamaan.
“ Saya tidak tahu, sudah dua hari
ini suamiku tidak pulang,” jawab Salamah tegas. Kemudian dua laki-laki penagih
hutang itu minta diri dari rumah Salamah. Setelah para penagih itu pulang Salamah kembali mencoba mengingat-ingat perjalanan kehidupan rumah tangganya
bersama Jumadi. Memang akhir-akhir ini ia sibuk menekuni bisnis online-nya dan
mengasuh Salman. Kemudian suaminya juga sibuk kerja dan sering pulang larut
malam padahal seharusnya tidak sampai malam ia bekerja di perusahaan itu. Hal
ini tidak ia sadari, Salamah selaku istri selalu berkhusnudzon terhadap apa
yang dilakukan oleh suaminya. Ia tidak pernah mempermasalahkan aktifitas
suaminya di luar sana dan inilah rupanya yang justru menjadi titik lemah
hubungan rumah tangga itu.
Salamah mencoba berdamai dengan
keadaan, ia bersabar dengan apa yang sekarang menimpa biduk rumah tangganya.
Berbagai upaya ia lakukan untuk menemukan keberadaan Jumadi, karena nomor
telepon genggamnya sudah beberapa hari ini tidak aktif lagi. Menghubungi sanak saudara terdekat ia lakukan meskipun
hasilnya belum nampak terlihat. Selaku orang beragama tidak lupa ia selalu memohon
kepada Allah untuk bisa keluar dari permasalahan ini. Dalam shalat-shalat malamnya
ia senantiasa memohon kepadaNya.
Ini hari yang ketujuh Jumadi
tidak pulang ke rumah, Salamah mencoba mencari tahu keberadaan suaminya dengan
mendatangi teman akrab suaminya saat masih bujang dulu. Dengan harapan
mendapatkan sedikit informasi tentang suaminya, karena kalau lewat telepon
kurang enak. Dengan diam-diam ia bertamu ke rumah sahabat Jumadi tanpa memberi
tahu lebih dahulu. Perjalanan dia tempuh dengan naik bis selama kurang lebih
dua jam, tibalah ia di rumah Drajad sahabat suaminya itu. Rumah bercat hijau
dengan halaman luas penuh bunga di pinggir jalan utama kota Bengkulu terlihat
lengang, karena memang Drajad belum punya anak.
“ Assalaamu,alaikum,” ucap Salamah
setelah mengetuk pitu rimah itu. Dari dalam terdengar suara tuan rumah sedang
mengobrol berdua. Kemudian setelah beberapa saat belum dijawab diulang lagi
salamnya.
“ Assalamu,alaikum,” seru istri
Jumadi agak sedikit keras.
“ Walaikumus salam,” jawab istri
Drajat dari dalam. Nampak wanita muda tinggi semampai mengenakan
baju panjang warna ungu dengan jilbab kembang didominasi warna biru.
“ E...Mbak Salamah, apa kabar,” kemudian keduanya saling
berpelukan erat, layaknya seorang sahabat. Mereka memang sudah beberapa waktu
tidak bertemu karena kesibukan masing-masing. Kemudian mereka berdua duduk di
ruang tamu terlibat obrolan sana-sini, bahkan akhirnya Drajad suami Sarah pun
ikut bergabung. Tetapi Salamah tidak
berterus terang kalau maksud kedatanganya mencari informasi keberadaan
suaminya. Bahkan ia mengatakan kalau kebetulan habis belanja di Kota Bengkulu
kemudian singgah karena sudah kangen. Dari obrolan bertiga itu rupanya ia mendapat kabar bahwa 3 hari
yang sudah Jumadi berkunjung ke rumah ini dan bercerita akan pergi ke Batam.
Setelah dirasakan cukup informasi yang diperlukan akhirnya Salamah pun mohon
diri.
Sepanjang perjalanan istri Jumadi
itu tak henti-hentinya dalam hati bersyukur karena sedikit ada titik terang
keberadaan suaminya. Salamah ingat bahwa suaminya memang punya paman di Batam,
ia bekerja di perusahaan jasa pengiriman barang. Beberapa bulan yang lalu paman itu juga
sempat berkunjung ke rumah Salamah, saat pernikahan adik Jumadi.
“ Turun dimana Mbak?” pertanyaan
kondektur bis itu mebuyarkan lamunan Salamah. Ternyata sudah sampai alamat,
segera ia turun setelah menerima uang pengembalian dari kondektur bis itu.
Bersambung ...
Komentar
Posting Komentar