Setetes Embun

Setetes Embun
(Bagian  2 )

Oleh  Kang  Bari



Ruangan ukuran 3 x 4 M² itu tertata dengan rapi, pada dindingnya terdapat dua kaligrafi ukuran sedang tepat di atas jendela yang menghadap ke halaman samping rumah. Terdapat satu stel kursi tamu dari kayu jati, di pojok kanan dekat pintu yang menghubungkan ruang tamu dengan ruang keluarga ada pot bunga yang ditanami anturium gelombang cinta. Di plapon tergantung lampu kristal yang cukup bagus, dengan beberapa bola lampu kecil dan sedang. Di sisi kiri ruang ini ada gang yang menghubungkan dengan bengkel Ustad Furqan setiap hari beraktivitas.  Di sudut yang lain adan rak pojok yang cukup unik karena ukiran jepara yang cukup detail berisi beberapa buku berbahasa arab, karena memang ustad muda ini jebolan perguruan tinggi ternama di Timur Tengah.

Ibu paruh baya itu mengambil tempat duduk yang langsung berhadapan dengan ruang keluarga setelah dipersilakan oleh istri Ustad Furqan yakni Ibu Qairun Nisa yang biasa di panggil Ibu Nisa. Ibu Nisa adalah wanita keturnan Arab yang dinikahi Ustad Furqan lima tahun yang lalu, dan sudah dikaruniai seorang putri. Sambil menunggu sang suami Ibu Nisa menyiapkan minum untuk tamu dan suami. Setelah siap kemudian ia menyempatkan mengobrol dengan tamunya,” Kenalkan saya Qairun Nissa, istri ustad Furqan,” ucap tuan rumah  dengan ramah sembari mengulurkan tangan pada tamunya.
“  Saya Sumarti Bu ,” jawab tamu itu.
“ Ibu dari mana ya,” selidik tuan rumah ingin tahu.
“ Saya dari Desa Girimulya Ibu,” jawab Bu Sumarti dengan membetulkan posisi duduknya.
Kemudian keduanya terlibat perbincangan sekitar asal usul dan keluarga. Seolah tidak ada jarak lagi mereka berdua saling tukar pengalaman meskipun baru sekali ini mereka bertemu.

Sejurus kemudian Ustad Furqan muncul dari ruang keluarga, mengenakan gamis warna putih, celana putih , dan kopiah hitam lebih nampak muda dari usia sesungguhnya. Mengambil tempat duduk dekat istrinya, berhadapan dengan Ibu Sumarti.
“ Silakan di minum Bu tehnya, biar sedikit mengurangi haus,” Uatad Furqan memulai pembicaranya.
“ Iya Pak Ustad, “ jawab Sumarti sambil mengangkat gelas yang sudah ada di hadapanya kemudian mengicipi teh itu sembari membetulkan tempat duduknya.
“ Apa yang bisa saya bantu Bu?” Ustad Furqan melanjutkan pembicaraan yang terputus sewaktu di masjid tadi.
“ Begini Pak Ustad, saya punya anak laki-laki sudah berumur 20 tahun. Dia memiliki tingkah laku yang aneh, kalau  menjelang magrib dia mengaum seperti harimau, matanya melotot dan tingkahnya persis seperti harimau,” papar  Sumarti penuh antusias.
“ Sudah berapa lama itu Bu dialami anak ibu?” tanya sang ustad.
“ Sudah dua minggu ini Pak,” jawab Sumarti.
“ Terus apa yang sudah ibu lakukan untuk anak ibu?”
“ Saya sudah mencari orang pintar untuk mengobatinya Pak, bahkan sudah tiga orang yang saya panggil ke rumah,” keterangan perempuan itu dengan sedikit ada keputusasaan.
“ Saya minta tolong Bapak, untuk mengobati dia biar sembuh ,” matanya berkaca-kaca, suara tersendat.
“ Anak ibu apa masih bisa diajak ke sini?” tanya ustad.
“ Maaf Pak Ustad, bapaknya sudah idak ada, jadi  saya gak berani kalau membawa anak ke sini. Bagaimana kalau bapak yang datang ke rumah saya?” pintanya dengan sangat mengharap pengertian Ustad Furqan.
“ Baiklah Bu, insya Allah nanti sore setelah magrib saya pergi ke rumah ibu. Kebetulan malam jumat ini tidak ada acara,” jawab pak ustad.
“ Terikasih Bapak atas kesanggupanya ke rumah saya. Terus apa yang harus saya persiapkan Pak?”
“ Tidak ada Ibu,“ pungkas ustad Furqan.
Kemudian Ustad Furqan mengambil secarik kertas untuk mencatat alamat Sumarti, beserta denah jalan yang akan dilewatinya nanti.

Setelah mendapat keterangan dari Ustad Furqan, Sumarti wanita yang sudah tidak bersuami lagi lantaran meninggal itupun mohon pamit dengan tuan rumah.
“ Saya mohon pamit ya Pak dan Ibu,” ucap Sumarti mengakhiri perbincangan sore itu.
“ Ya BU, hati-hati, semoga cepat sampai rumah,” jawab tuan rumah berdua.
“ Assalaamu,alaikum,” pungkas Sumati.
‘Wa,alaikumus salam,” jawab tuan rumah.

Seusai menerima tamu ustad Furqan mengganti baju gamisnya dengan kembali mengenakan pakaian kebesaranya menuju bengkel sepeda motor yang selama ini ditekuni. Sosok serba bisa ini begitu profesional dalam menservis pelangganya sehingga bengkel yang berada di samping rumah ini selalu rami oleh penggunjung.
Sepanjang perjalanan menuju desanya tak henti-hentinya ia bsersyukur bisa bertemu dengan Ustad Furqan yang memang sudah terkenal ahli ruqyah itu. Sumarti mendapat informasi tentang ruqyah ini dari teman satu pengajian, sehingga akhirnya ia bertekad untuk menemui sendiri dengan naik bis dari rumahnya. Jarak 30 km tidak menghalanginya untuk berkunjung demi si buah hatinya. Dialah anak satu-satunya tempat berharap dan berhibur setelah sang suami meninggal tiga tahun yang silam lataran sakit.

Perjalanan dengan bis ditempuh selama satu jam, tibalah sumarti di rumah kembali. Ibu kandung sumarti yang menemani anak laki-lakinya kalau sedang ditinggal pergi seperti hari ini. Sesampainya di rumah ia membersihkan dan mempersiapkan ruang tamu karena akan digunakan untuk meruqyah anaknya. Setelah semua beres kemudian ia pergi ke rumah kakak laki-lakinya yang tinggal di sebelah kanan rumah, unutk memberitahu akan kedatangan Ustad Furqan sekaligus meminta untuk menemani nanti.


Bersabung.....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Nenek Bariyah Wanita Tangguh

Hamid

Pelukis