Runtuhnya keangkuhan
Runtuhnya keangkuhan
Dikisahkan ulang oleh Kang
Bari.
Adalah Umar Ibnu Al khatab membawa pedang terhunus berjalan
menyusuri gang-gang di kota Makkah. Terik matahari sangat menyengat tak
menyurutkan niatmya untuk mencari Nabi Muhammad SAW. Membara niat dalam dada untuk menghabisi nyawa Beliau. Badanya
tegap, jambang menjuntai menambah garang penampilan Ibnu Al Khatab, tak seorang pun berani
menegurnya. Penduduk mekah hanya menyaksikan dari rumah masing-masing tingkah
Umar, kalupun hari itu bertemu dengan Muhammad SAW pasti akan dibunuhnya.
Bertemulah Umar dengan sahabat karibnya yakni Sa’ad Bin Abi
Waqash,” Engkau hendak kemana hai Ibnu Al Khatab, mengapa membawa pedang
terhunus seperti itu?”
“ Aku hendak mencari Muhammad, orang celaka itu, karena
sudah berani mendirikan agama baru. Memutuskan persaudaraan kita, memecah belah
perstauan dan membodoh-bodohkan orang pintar kita. Jika kudapati ia, sekarang juga akan aku
bunuh, ku habisi nyawanya.”
“ O...engkau akan membunuh Muhammad, jangan kira anak keturunan
Abdul Muthalib akan membiarkanmu hidup lebih lama di bumi ini,” jawab
sahabatnya.
“ Agaknya sekarang engkau berani kepadaku, jangan-jangan
memang engkau telah berganti agama mengikuti Muhhammad?” bentak Umar. “ Kalau
begitu sekarang engkau kubunuh lebih dulu.”
Justru Sa’ad
membalas gertakan Umar dengan berucap,” Asyhadu Ala ilaha ilallah wa asyhadu anna muhammadar rasulullah”.
Kemarahan Umar memuncak, diacungkanya pedang tinggi-tinggi
kearah Sa’ad, dengan segera Sa’ad pun mencabut pedang dan mengacugkan kearah
Umar. Mereka sama-sama berani, sehingga
sejenak terdiamlah Umar.
Segera berkatalah Sa’ad,”
Hai Umar , mengapa engkau tidak sampai berbuat demikian terhadap adik
perempuanmu dan suaminya?”
Seketika muka Umar merah padam, giginya gemertakan, dan
telinganya bergerak-gerak karena saking marahnya.
“ Apakah mereka telah ikut Muhammad,” tanya Umar.
“ Mengapa tidak, mereka sudah lama menjadi pemeluk agama
Muhammad.” Jawab Sa’ad.
Bergegas Umar meninggalkan Sa’ad menuju rumah Fatimah binti
Al Khatab yang tak lain adalah adik kandungnya.
Sesampainya di rumah Fatimah ternyata pintunya dikunci,
kemudian diketoknya keras-keras pintu itu sambil memegang pedang yang terhunus.
Ketika itu justru Fatimah dan Zain bin Said suami fatimah sedang belajar
membaca ayat-ayat Al Quran bersama
Khabab al-Art yang tak lain adalah bekas budak Umar ibnu Al Khatab.
Setelah mendengar ketokan pintu maka Zaid bin Said bertanya
dari dalam,” Saiapakah itu.”
Umar menjawab,” Ibnu Al Khatab.”
Mendengar suara Umar , Khabab mengintip dari celah pintu
setelah terlihat Umar menghunus pedang maka ia berlari kebelakang
menyembunyikan diri. Zain bin Said membuka pintu karena yang datang adalah
kakak iparnya. Segera Umar Menerobos masuk, langsung menendang suami Fatimah.
Zaid yang tidak sekuat Umar itupun roboh terlentang, secepat itu pula Ibnu Al
khatab menginjak-injak dada adik iparnya.
Melihat itu fatimah mencoba menarik tubuh kakaknya, tetapi Umar langsung
menampar muka adiknya. Mengucur darah segar dari kening Fatimah, seraya
bertanya,” Kalian sudah ikut agama Muhammad ya!” bentaknya keras.
“ Sudah lama, kenapa baru sekarang engkau bertanya,” jawab
Fatimah tanpa rasa takut.
“ Engkau akan membnuh kami berduapun , kami tak takut, hai seteru Allah” Suara Fatimah
menyentak kesadaran kakaknya.
Umar melihat darah terus mengucur dari kening adiknya,
lantas ia bangkit dari menduduki dada Zaid. Sejenak pandanganya tertuju pada
kedua adiknya dan dinding di sekliling ruang itu. Tatapan matanya terhenti pada
selembar kertas yang tergantung di atas pintu, hatinya tertarik pada selembar
kertas itu. Karena dia orang arab tentu paham dengan tulisan itu. Seraya berkata”
Ini tulisan apa hai Fatimah?” Fatimah tidak menjawab, meskipun berulang kali
kakaknya bertanya. Akhirnya Umar pun meminta Fatimah mengambil kertas itu,”
Tolong fatimah ambilkan.”
“ Aku tak sudi mengambil kalau cuma mau dirobek-robek, dan
engkau tak boleh menyentuhnya hai seteru Allh” jawab adiknya.
“ Demi Allah! jika aku sudah melihat dan membaca tulisan itu
akan segera aku kembalikan kepadamu, aku tidak akan ingkar janji,” jawab ibnu
Al khatab.
Setelah mendengar sumpah kakanya Fatimah mengambil ketas itu
lalu memberikan kepada Umar. Setelah
memegang kertas itu kemudian Ibnu Al Khatab membaca permulaanya.
بِسْمِ اللَّهِ
الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Baru saja ia membaca bsimillahir
rahmanir rahim dada umar berdebar-debar, tubuhnya gemetar bergoncang
jiwanya. Kemudian kertas itu dilempar ke tanah, lalu diambilnya lagi kemudian
dilempar lagi hinga berkali-kali. Kemudian dilanjutkan membaca beberapa ayat
permulaan surat Toha hingga ayat 16. Setelah selesai membaca tiba-tiba ia berteriak
keras mengucapkan dua kalimah syahadat, “Asyhadu an la ilaha ilallah wa asyhadu
anna muhammadar rasulullah.”
Fatimah dan Zaid
menyaksikan kakaknya dengan penuh haru, sementara Khabab yang dari awal
bersembunyi di belakang muncul seketika juga dengan perasaan yang mengharu-biru
menyaksikan bekas majikanya masuk Islam. Keangkuhan dan kesombongan seorang
Umar Ibnu Al Khatab yang dibangun selama
ini runtuh dengan dua kalimah syahadat dihadapan adik-adik dan bekas budaknya.
Umar seraya memegang pundak Khabab,” Dimana Muhammad hai
Khabab, tunjukkan padaku,” pinta umar menghiba kepada bekas budaknya itu.
“ Rasullah sekarang ada di rumah Al Arqam bin Abil Arqam, di
kampung Shafa sedang mengajar beberapa orang sahabatnya,” jawab Khabab.
Begitu mendengar jawaban itu Umar langsung meninggalkan
rumah Zaid menuju tempat yang telah ditunjukkan tadi hanya seorang diri dan
pedang masih dalam keadaan terhunus.
Ketika sampai di rumah al Arqam bin Abil Arqam ternyata
pintunya ditutup rapat, segera umar mengetuk keras-keras. Penjaga pintu
mendengar ada yang mengetok pintu keras-keras segera bartanya,” Siapa itu?”
Umar mejawab dengan suara keras,” Ibnu Al Khatab,”
Penjaga pintu memastikan
apakah betul yang mengetuk pintu itu Umar, maka ia mengintai dari dalam.
Ternyata memang Ibnul Al Khatab yang datang dengan menghunus pedang. Segera ia
melaporkepada Rasululah SAW. Kecemasan terjadi saat itu, semua sahabat
ketakutan, mereka mengira kedatangan Umar untuk mengamuk bahkan untuk membunuh
Rasulullah. Sehingga tidak ada sahabat yang berani membuka pintu. Terlebih lagi
kedatanganya umar dengan pedang terhunus.
Kemudian Rasulllah SAW bersabada,” Bukakanlah pintu, supaya
Umar Masuk, semoga Alloh menjadikanya seorang yang baik dan memberi Petunjuk
kepadanya. Kalau kedatanganya akan berbuat kerusakan
Hamzah RA yang
merupakan paman Nabi Muhammad SAW
mengatakan,” Bukalah pintun supaya Umar bisa masuk mungkin tuhan memberi
kebaikan kepadanya. Jika kedatanganya bermaksud jahat, biar aku yang menghabisi
nyawanya.”
Tetapi penjaga pintu belum juga membukakan pintu, baru
kemudian Hamzah dan Zubair mendekati pintu barulah penjaga membuka pintu.
Segera tangan kanan Umar di tangkap Hamzah dan tangan kirinya di tangkap Zubair.
Dibawalah Umar dihadapan Rasulullahi SAW, saat sudah dekat dengan tempat duduk
Rasulullah dada umar berdebar keras,
tubuhnya gemetar karena takut melihat wajah Rasulullah.
Kemudian Beliau bersabda,” Lepaskanlah Umar,” maka
kedua sahabat melepaskan Umar. Di hadapan Rasulullah inilah Umar akrirnya
menyatakan keislamanya dan berbaiat kepadaNya. Kemudian setelah Umar membaca Syahadat
taini, Rasullah saw bertakbir dengan
lantang lalu dikuti para sahabat. Saking kerasnya suara takbir itu sampai
terdengar di Masjid Al Haram.
=======è>>>>>Argamakmur 28 Oktober 207
Komentar
Posting Komentar