Metamorfosis
Metamorfosis
Jarum jam menunjukkan pukul
3 dini hari beberapa anak muda masih
tergeletak di emperan ruko, sebagian lagi berjalan sempoyangan meninggal tempat
ini. Aku masih enggan untuk beranjak. Kepala pusing, kaki terasa berat diajak
berjalan akibat pengaruh pil tadi. Ku
paksakan melangkahkan kaki, terjatuh,bangkit lagi, terjatuh lagi.
===========
Perlahan ku buka mata . Semua
terlihat kuning, kepala berat, tenggorokan kering. Ada kemauan bicara tapi tak
sanggup, semua yang dibicarakan orang terdengar di telinga. Suara ibu
memanggil, tanganya mengusap mukaku. Tangis ibu pecah sambil memeluk tubuh yang
lemas ini. Badan terasa hangat, langit kamar mulai terlihat keputih-putihan.
Akhirnya betul-betul sadar, ku peluk ibu erat-erat. Sudah sekian lama tidak
merasakan kehangatan pelukan wanita yang mengandung dan mengukir jiwa raga ini.
Bukan karena dia jauh, tapi karena diriku sendiri yang selalu menjauh dari
Beliau.
Entah berapa lama diriku tak
sadar , ternyata sudah di ruang rawat inap rumah sakit. Infus tergantung di
sampin ranjang, selain ibu ada adik, kakak dan saudara-saudara yang lain
mengelilingi tempat tidur. Seperti diberi aba-aba mereka ucapkan Alhamdulillah.
Kemudian mereka menawari minum, aku mengangguk. Air teh manis hangat membasahi
tenggorokan, sekejap saja satu gelas itu pun habis. Keringat mengalir di
sekujur tubuh, mencoba duduk meskipun harus tetap bersandar. Tak terasa air
mata mengalir membasahi pipi, seluruh tubuh terasa ringan seolah-olah bisa
terbang. Si bungsu menghapus air mataku dengan tisu, sambil berucap,”Kakak
harus sembuh”, aku hanya mengganguk. Menurut keterangan ibu, aku ditemukan oleh
warga pingsan di gang masuk rumah jam 4 pagi, kemudian dibawa ke rumah sakit.
Menurut keterangan dokter aku OD.
Kondisiku berangsur membaik, si
bungsu dengan setia menemani di sini sehabis pulang sekolah. Setiap datang dia
membawa buah jeruk. Dua malam ibu ikut menemani di rumah sakit. Ini hari yang
ketiga , mudah-mudahan dokter mengizinkan untuk pulang. Ingin rasanya segera
kembali menikmati bermain futsal seperti dulu sebelum aku terjerumus ke dalam
kehidupan malam.
Jam kunjungan dokter pun tiba,
pintu ruangan diketuk lalu setelah dipersilakan oleh kakak masuklah seorang
dokter dan perawat. Selama dirawat di sini dokter selalalu memberi nasehat dan
motifasi layaknya seorang ustad. Nasehtanya mengalir bak kucuran air yang
sangat menyejukkan di tengah kegersangan jiwaku.
Pasca opname aku banyak
menghabiskan waktu untuk membaca buku yang diberikan oleh dokter yang merawat
di rumah sakit tempo hari. Kisah seorang pecandu narkoba yang tobat, sungguh
sangat menarik. Tanpa terasa diriku termotifasi untuk mengikuti jejak
langkahnya. Kejadian yang ku alami membuatku tersadarkan diri. Betapa selama
ini jauh dari orang-orang yang sangat menyayangiku, ibu, ayah kakak dan juga
dari adikku. Bahkan jauh juga dari Tuhan.
Tiga bulan sudah aku mengikuti kajian Islam rutin di mushola dekat
rumah. Seperti mendapat suntikan darah segar menerima materi kajian yang
disampiakan oleh ustad muda enerjik dan sangat luas wawasanya. Berbgaimacam
metode untuk menarik anak-anak muda bersemangat belajar Islam, dari diskusi,
bedah buku, bahkan sampai kemping.
Tadabur alam adalah salah satu metode yang digunakan ustad untuk mengajak kami
memahami tanda-tanda kebesaran alloh SWT.
Suatu malam ketika aku pulang
dari mushola tiba-tiba dihadang oleh beberapa, awalnya bicara datar-datar saja.
Kemudian salah satu dari mereka berkata ,” Wah sekarang jadi anak soleh ya,” sambil memegang kepalaku. Aku tidak memberikan reaksi , tetap
tenang sambil terus mendengrakn ocehan mereka. Satu duantar mereka kemudian
menepu-nepuk pundakku sambil beucap,” Kapan kita bersama lagi sperti dulu
kawan, eh anak soleh,” seraya tertawa berbahak-bahak.
“ Bertaubatlah kalian semua, tinggalkan barang haram itu,”
jawabku.
“ Hahahaha....apa katamu...gak salah dengar nih....,”
balasan mereka.
Tiba-tiba yang lainya melayangkan pukulan ke arah kepalaku,
dengan cepat pukulan itu kutangkis dengan tangan. Bersykur dulu sempat aktif
berlatih bela diri, ternyata tidak sia-sia. Mereka mungkin tidak menyangka
mendapat perlawanan, akhirnya lari terbirit-birit.
Beberapa
kali kejadian serupa menimpaku, mereka adalah teman-teman lama. Yang tidak mau
kehilangan komunitasnya, mereka tetap ingin bersama dalam hal yang satu itu.
Godaan datang silih berganti, terkadang mereka meneror lewat medsos. Pernah juga dibawakan langsung barang haram itu ke
rumah.
Tanpa
terasa satu tahun sudah aku bersama ustad muda ini belajar agama, sedikit-demi
sedikit tapi pasti aku dibimbingnya melangkah menuju pertaubatan. Dalam
sujud-sujud malamku senantiasa mohon pertolongan kepada Alloh untuk diberi
keistiqomahan. Kembali aku menemukan ketenganan yang hakiki, bukan ketenangan
yang semu.
===========è>>>>>>>>>Argamakmur 17 Oktober 2017

Komentar
Posting Komentar