SLILIT

SLILIT*
Oleh Kang Bari


Hujan gerimis menghiasi Kota Argamakmur petang itu , aku dan beberapaorang  teman  sedang memesan beberapa porsi sate dan minuman jus di warung sate dekat bundaran  salah sate tempat makan yang cukup terkenal di kota ini. Bau khas daging panggang menambah rasa lapar semakin jadi. Tak berapa kemudian datang pramusaji membawa beberapa porsi sate dan semua kelengkapanya. Dalam hitungan menit kami sibuk menyantap sate yang tersaji di hadapan kami masing-masing. Habislah sudah riwayat sate-sate dihadapan kami masing-masing. Salah seorang diantara kami nyeletuk “ Aduh....gigiku sakit...tolong ambilkan tusuk gigi itu”. Ahmad bergegas mengambil satu tusuk gigi an diberikan kepada Jhoni yang kelihatan kesakitan. Jhoni segera mengambilnya untuk membuang slilit yang bersarang di sela-sela gigi gerahamnya.

Slilit ...orang jawa akrab dengan kata ini. Dalam bahasa Indonesia  dikenal dengan selilit termasuk kata benda yang  berarti( sisa makanan atau daging ) yang tersisa di sela-sela gigi. Secara istilah sesuatu yang menjadi perintang. Suasana makan yang menyenangkan bisa jadi berantakan karena slilit , dari rasa tidak nyaman sampai rasa sakit yang serius. Sebesar atau sekecil apapun wujudnya slilit tentu akan terasa besar ketika diraba dengan lidah. Slilit memang dilematis , dibiarkan mengganggu kenyamanan bahkan kalu membusuk menimbulkan infeksi pada gigi. Dicongkel membutuhkan sarana dan keterampilan pengguna alat congkel yang kita kenal dengan tusuk gigi. Ketidak terampilan menggunakan tusuk gigi juga menimbulkan permasalah baru pada gigi. Belum lagi dengan ukuran sela-sela gigi yang begitu sempit . Ditambah dengan kondisi gigi yang terkadang sudah tidak kuat untuk mendapat tekanan dari tusuk gigi. Memilih jenis tusuk gigi juga memrlukan keterampilan tersendiri agar bisa efektik untuk membuang slilit.

Kehidupan tak ubahnya sebuah jamuan alam yang terkadang jamuan itu sederhana penuh arti , adakalanya meriah hampa tanpa makna. Kehidupan juga ibarat air yang mengalir mengikuti arus, menembus celah-celah tanah dan bebatuan, menghanyutkan sampah dan kotoran sehingga tercemarilah air itu sendiri. Mungkin juga menerjang batu dan karang bahkan terhempas sia-sia di pantai, menjadi buih yang tiada bermakna. Perjalanan hidup tidak selamanya lempeng seperti pipa air, tidak juga selalu mulus seperti jalan tol. Gunung akan lebih tegak perkasa jika ada lembah dan ngarai, taman terasa lebih indah jika ditumbuhi aneka warna bunga.


Liku-liku  kehidupan tak ubahnya sperti slilit. Tidak mungkin slilit itu bisa masuk sela-sela gigi kecuali memang ukuranya sbesar sela-sela gigi itu sendiri. Demikian juga rintangan dan coban kehidupan, semua sudah Alloh ukur dengan kemampuan kita.
 “Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan batas kemampuannya. Baginya ganjaran untuk apa yang diusahakannya, dan ia akan mendapat siksaan untuk apa yang diusahakannya. Dan mereka berkata, Ya Tuhan kami, janganlah Engkau menghukum kami jika kami lupa atau kami berbuat salah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau membebani kami tanggung jawab seperti Engkau telah bebankan atas orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami janganlah Engkau membebani kami apa yang kami tidak kuat menanggungnya; dan ma’afkanlah kami dan ampunilah kami serta kasihanilah kami kerana Engkaulah Pelindung kami, maka tolonglah kami terhadap kaum kafir.” (Al Baqarah : 287).
Namun sering manusia merasa cobaan dan rintangan yang dihadapi begitu besar. Mungkin karena sudut pandang yang salah, dariman rintangan itu di lihatnya. Karena tidak menggunakan kaca untuk melihat slilit tadi, tetapi hanya menggunakan rabaan lidah. Padahal lidah bukan fungsinya meraba besarnya benda tetapi lidah berfungsi mengecap rasa. Sehingga terjadilah  salah persepsi berawal dari salah menggunakan alat pendeteksi slilit.


Sebenarnya slilit bukan datang dengan sendirinya, melainkan ia ada karena kita yang menghadirkan. Disaat kita menikmati kue kehidupan inilah slilit kehidupanpun menyelinap diantara sisi-sisi kehidupan kita. Bagaimana kita harus berikap ketika mendapatkan slilit itu. Ada beberapa tipe manusia dalam menghadapi slilit kehidupan.

Pertama tipe orang yang menghadapi dengan tenang, tipe orang ini mendudukan masalah sesuai dengan pokok permasalahanya. Tipe orang sperti ini akan menghilangkan slilit berangkat dari analisa yang cermat dan mendalam. Dia akan mencari tahu dimanan posisi slilit itu berada, di gigi gerahamkah,gigi serikah atau gigi taring. Maka yang dilakukan adalah mengambil cermin dan bercermin untuk menentukan kepastian slilit itu. Kemudian melihat fisik slilit dan kondisi gigi yang disela-selanya terselip slilit tersbut. Langkah berikutnya baru menentukan jenis tusuk gigi yang harus dipaki untuk mengeluarkan slilit itu. Langkahterakhir adalah mengeksekusi slilit tersebut dengan tanpa mengesampingkan pertolongan dari Alloh SWT.
“Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha (berikhtiar) ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya (ikhtiarnya) dibalasi dengan baik.”


Kedua tipe orang yang cengeng, yaitu orang yang ketika mendapatkan slilit kehidupan langsnung mengeluh, menghiba mengharapkan pertolongan dari orang-orang terdekatnya. Setiap slilit dikiranya selalu besar dan membahayakan, karena ia hanya menggunakan lidah untuk mendeteksi, yang jelas bukan fungsi lidah ketika harus menentukan besar dan kecilnya slilit. Tidak pernah mencoba meneganal kemampuan diri sendiri dan selalu menggantungkan pada orang lain, bahkan tidak tahu siapa dirinya apa lagi harus berbuat apa.



Ketiga adalah tipe orang yang terima beres , tipe bos. Slilit dianggapnya sebuah prahara besar yang harus segera dimusnahkan , bagaimanapun  dan dengan cara apapun. Tanpa memikirkan akibat samping dari tindakanya, semua dianggap bisa slesai dengan apa yang ia miliki untuk menghilangkan slilit tersebut.  Kalu perlu membeli tusuk gigi yang kuat dan besar untuk menghilangkan slilitnya dan membayar tukang buang slilit meskipun dengan bayaran yang mahal.  Semua akan menjadi happy saat menyatap hidangan ketika slilit sudah tidak ada lagi. Bisa jadi akibat tusuk gigi yang tidak tepat akan menimbulkan permasalah baru pada gigi dan gusinya. Bahkan mungkin lebih parah daripada sekedar slilit.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cinta Abadi

Hamid

Pelukis