SANG GURU
SANG GURU
Oleh
Kang Bari
1 Oktober
2017
Terletak di
sebelah barat perempatan Dukuh Bago sebuah bangunan berukuran 7 x 7 meter.
Bangunan joglo khas jawa dengan kubah kecil di puncaknya. Halaman depan yang
menghubungkan dengan jalan cukup luas.
Bangunan yang sudah berumur sekitar 40 tahun masih kelihatan rapi dan terawat. Sebelah
selatan bangunan ada sumur dan kamar mandi dan tempat wudu. Batu-batu ukuran
sedang ditata dengan jarak 30 sentimeter dari tempat wudu menuju ke bangunan
induk. Belakang dan samping kanan kiri merupakan kebun kelapa. Langgar Mbah
Kaji orang sekitar menyebut tempat ini. Karena pendirinya adalah H.Abdul
Rahim orang pertama yang menunaikan ibadah haji di desa itu. Kaji adalah sebutan seseorang yang
sudah menunaikan haji.
Langgar ini dipimpin putra laki-laki
tertua beliau namanya P.Yasin. setiap
sore selepas solat Magrib kegiatan pengajian anak-anak dimulai. Suara lantunan
ayat-ayat AlQuran senantiasa membahana dari sini. Belajar solat dan pendidkan
agama yang alin juga di ajarkan. P. Yasin tidak sendirian membimbing anak-anak
belajar. Perawakanya sedang penyabar, tutur katanya sangat menyetuh hati,
dicintai dan disukai santri-santrinya. Kharismatik dan wibawa. Beliau dibantu beberapa murid seniornya yang
sudah dianggap mumpuni. Meskipun hanya diterangi dengan lampu teplok kegiatan ini beralangsung dengan baik. Anak
belajar dengan serius, padahal buku yang dibaca tidak semua anak memiliki. Buku
yang mereka pakai untuk belajar membaca AlQuran metode Bagdadi. Disiplin sangat
diekankan oleh pengasuhnya.
Pengajian
diakhiri setelah solat isya, anak – anak tidak pulang kerumah karena jarak
rumah yang cukup bervareatif selain memang belum ada penerangan. Merekan tidur di langgar dengan beralaskan tikar mendong. Sebelum tidur tiap malam Selasa
biasanya belajar seni bela diri pencak
silat bersama Mbah Yasir salah satu
tokoh masyarakat. Untuk hari-hari yang lainya digunakan untuk bermain gobak sodor, petak umpet dan permainan tradisional lainya. Hal demikian sudah menjadi kebiasaan bagi
anak-anak dan pemuda di desa ini. Sehingga praktis berangkat sebelum magrib dan
pulang setelah solat subuh.
Semua
dilakukan dengan suka rela, tidak ada yang digaji. Anak – anak hanya dibebani
membeli minyak tanah dengan iuran seikhlasnya. Bahkan sering P.Yasin harus
merogoh kocek untuk membeli minyak tanah karena iuran tidak cukup dan juga
untuk buku yang dipakai mengaji. Masyarakat
sekitar pada umumnya petani penggarap lahan milik PT. PEHUTANI. Dengan tingkat
pendidikan mayoritas tamat SR yaitu
pendidikan setingkat SD sekarang. Secara ekonomi dan cara berfikir tentunya
sangat ketinggalan. Semua berjalan apa adanya, selama puluhan tahun. Tidak sedikit dari alumni langgar yang sudah berhasil menyelesaikan pendidikan sampai perguruan tingi. pada umumnya tidak kembali lagi ke kampung halaman.
Hari berganti, minggu, bulan, dan tahun.
Kini
semua tinggal kenangan , Sosok Sang
Guru kharismatik, sederhana , sabar, dan
dermawan telah berpulang keharibaan
Alloh SWT. Langgar sudah menjadi masjid yang megah diterangi lampu gemerlapan
juga jalan-jalan. Kebun kelapa sekitar mesjid sudah disulap menjadi pemukiman.
Tak ada lagi anak-anak muda yang menghapal jurus-jurus pecak silat, tak juga
riuh-rendah bermain gobak sodor dimalam
hari. Juga tak terdengar suara mendengkur meskipun hanya beralaskan tikar mendong.
Komentar
Posting Komentar